Sabtu, 08 Januari 2022

Madin : Sebuah Kearifan Lokal-Potret Implementasi Budaya Positif

 

Madin : Sebuah Kearifan Lokal-Potret Implementasi Budaya Positif

Oleh: Izatul Laela

SMPN 2 Wonorejo

 

Madin atau Madrasah diniyah adalah lembaga pendidikan yang keseluruhan mata pelajarannya adalah mata pelajaran agama Islam yang memungkinkan peserta didiknya menguasai materi ilmu agama secara baik dikarenakan padat dan lengkapnya materi ilmu agama yang disajikan dalam proses pembelajaran di madrasah diniyah. Wikipedia.

Seiring dengan perubahan aturan, akhir akhir ini kementerian agama atau Kemenag lebih memilih menamakan Diniyah takmiliyah. berita yang beredar adalah dengan menyandang nama madrasah dikhawatirkan nanti nya akan menuntut hak kepada Pemerintah seperti Madrasah Ibitidaiyyah atau Tsanawiyah ataupun Madrasah Aliyah. Dengan menghilangkan kata Madrasah maka meminimalisir dari tuntutan persamaan hak.

 

Jenjang Madin

Jenjang Madin dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu :

1.      Awwaliyah,

2.      Wustha

3.      Ulya.

Madrasah diniyah Awwaliyah (MDTA) diperuntukkan bagi anak-anak berumur sekolah dasar dengan asumsi umur 9-12 tahun. Sedangkan untuk Madrasah Diniyah Takmiliyah Wustha (MDTW) merupakan wadah bagi para siswa setingkat SLTP atau MTs dengan kisaran umur 12-15 tahun. Dan untuk madrasah diniyah takmiliyah Ulya atau MDTU bagi mereka yang duduk di tingkat SMA atau MA.

 

Sedangkan secara ukuran lama pendidikan diperinci seperti dibawah ini :

1.      Madrasah Diniyah Takmiliyah Awwaliyah menempuh pendidikan selama  4 Tahun

2.      Madrasah Diniyah Takmiliyah Wustha menempuh pendidikan selama 2 tahun

3.      Madrasah Diniyah Takmiliyah Ulya menempuh pendidikan selama 2 tahun

 

WAKMUQIDIN 

Wakmuqidin (wayahe kumpul mbangun TPQ dan Madin) merupakan salah satu program kerja dari pemerintah kabupaten Pasuruan guna membangun madrasah sebagai salah satu tempat pendidikan yang bisa membangun masyarakat kabupaten Pasuruan yang berakhlakul karimah.

Program ini diharapkan bisa menjadi sinergi antara pembelajaran yang mengarah pada kecakapan akademik dan kognitif dengan pembelajaran yang membentuk kecakapan efektif dan spiritual anak.

Dengan digencarkannya kegiatan sosialisasi Wakmuqidin ini Bupati Pasuruan Irsyad Yusuf berharap para orangtua bisa mengenalkan Al Quran semenjak dini kepada anak - anaknya yang muaranya akan membentuk anak yang berakhlakul karimah,

Kearifan Lokal

 

Secara etimologis, kearifan lokal terdiri dari dua kata yaitu kearifan (wisdom) dan lokal (local). Pada KBBI, lokal berarti setempat, sedangkan kearifan sama dengan kebijaksanaan. Sehingga jika dilihat secara etimologis, kearifan lokal (local wisdom) dapat diartikan sebagai gagasan-gagasan setempat (lokal) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.

Istilah kearifan lokal pertama kali dikenalkan oleh HG. Quaritch Wales (dalam Budiwiyanto 2006) yang menyebut kearifan lokal sebagai “local genius” yang berarti sejumlah ciri kebudayaan yang dimiliki bersama oleh suatu masyarakat sebagai suatu akibat pengalamannya di masa lalu. Yunus (2012) mengartikan kearifan lokal sebagai budaya yang dimiliki oleh masyarakat tertentu dan ditempattempat tertentu yang dianggap mampu bertahan dalam menghadapi arus globalisasi, karena kearifan lokal tersebut mengandung nilai-nilai yang dapat dijadikan sebagai sarana pembangunan karakter bangsa. 

 

Pengertian kearifan lokal yang lain dikemukakan oleh Suhartini (2009) yang menyatakan bahwa kearifan lokal merupakan suatu bentuk kearifan lingkungan yang ada dalam kehidupan bermasyarakat di suatu tempat atau daerah yang merujuk pada lokalitas dan komunitas tertentu. Sedangkan Fajarini (2014) mengartikan kearifan lokal sebagai pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. 

Negara (2011) menyatakan bahwa kearifan lokal bukan hanya menyangkut pengetahuan atau pemahaman masyarakat adat/lokal tentang manusia dan bagaimana relasi yang baik diantara manusia, melainkan juga menyangkut pengetahuan, pemahaman, dan adat kebiasaan tentang manusia, alam, dan bagaimana relasi diantara semua, dimana seluruh pengetahuan itu dihayati, dipraktikkan, diajarkan, dan diwariskan dari satu generasi ke generasi. 

Bentuk-bentuk kearifan lokal yang ada di masyarakat menurut Aulia dan Dharmawan (2010) dapat berupa nilai, norma, kepercayaan, dan aturanaturan khusus. Bentuk yang bermacam-macam ini mengakibatkan fungsi kearifan lokal menjadi bermacam-macam pula. Fungsi kearifan lokal tersebut antara lain untuk: (1) konservasi dan pelestarian sumber daya alam; (2) mengembangkan sumberdaya manusia; (3) pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan; serta (4) petunjuk tentang petuah, kepercayaan, sastra, dan pantangan. Selain itu, ditambahkan oleh Sartini (2004) yang mengemukakan fungsi dan makna kearifan lokal diantaranya: (1) berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam; (2) berfungsi untuk pengembangan sumber daya manusia misalnya berkaitan dengan upacara daur hidup, konsep kanda pat rate; (3) berfungsi untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan, misalnya pada upacara Saraswati, kepercayaan dan pemujaan pada pura Panji; (4) berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra, dan pantangan; (5) bermakna sosial, misalnya upacara integrasi komunal/kerabat; (6) bermakna etika dan moral, yang terwujud dalam upacara Ngaben dan penyucian roh leluhur; serta (7) bermakna politik, misalnya upacara ngangkuk merana dan kekuasaan patron client. 

Beberapa definisi kearifan lokal di atas pada dasarnya memiliki konsep yang sama, dimana kearifan lokal diartikan sebagai kumpulan pengetahuan yang berupa nilai, norma, dan aturan-aturan khusus yang berkembang, ditaati, dan dilaksanakan oleh masyarakat di suatu tempat dan diwariskan dari generasi ke generasi. Pengetahuan-pengetahuan tersebut bersifat lokal, dapat berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain, meskipun memiliki makna yang sama. 

 

Pembelajaran di Madin

Pembelajaran di Madin yang paling utama adalah kajian al-qur’an dan al-hadist, dengan dukungan bahasa Arab, serta kajian kajian yang lain, di ataranya, ilmu yang berkaitan dengan al-qur’an (tafsir, dan qira’ah al-sabah), ilmu yang berkaitan dengan hadits (al-nasikh al-mansukh, dan musthalah hadits), kajian teologi, filsafat, fiqh, tasawuf, faraid. Ilmui-lmu tersebut tergolong dalam ulum naqliyah yang termaktub dalam Mukaddimanya Ibn Khaldun. Sedangkan yang tergolong ulum aqkliyyah, yaitu; mantiq, aritmatika, geometri, astronomi, musik, tarbiyyah, kedokteran, falaq, dan lain lain. Tradisi keilmuan di madrasah dapat dilihat dari tiga aspek. Pertama, aspek transformasi madrasah. Dilihat dari sisi keilmuan, ilmu yang diajarkan di madrasah masih merupakan kelanjutan dari yang diselenggarakan di masjid. Kedua, aspek aliran agama. Madrasah merupakan lembaga sunni atau aliran fiqh dan hadits dan madrasah menolak filsafat dan mantiq Yunani karena mantiq merupakan pintu menuju filsafat dan kesesatan. Hal ini mengakibatkan madrasah kurang memperhatikan ilmu-ilmu yang berbasis logika dan filsafat kuat seperti ilmu kimia, fisika, kedokteran dll. Apalagi metode yang dominan di madrasah adalah iqra’ (ceramah) dan imla’ (dikte) sehingga lebih merangsang budaya menghafal dari pada memahmi. Ketiga, Aspek politik pemerintah.

Budaya positif

 

Budaya positif adalah nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan di madrasah yang berpihak pada santri agar santri dapat berkembang menjadi pribadi yang kritis, penuh hormat dan bertanggung jawab

Dalam penerapan budaya positif kita harus menumbuhkan lingkungan yang positif. Memahami kebutuhan-kebutuhan dasar yang dibutuhkan seorang santri pada saat mereka berperilaku tidak pantas dan tidak sesuai apa yang kita harapkan. Dengan tidak hanya melakukan hukuman yang mungkin saja memberikan efek dan dampak yang tidak baik pada perkembangan emosi santri.

            Selama ini hukuman merupakan bentuk pembelajaran disiplin bagi santri bagi seorang ustadz, padahal hukuman menmpunyai arti berbeda. Hukuman adalah sebuah cara untuk mengarahkan sebuah tingkah laku agar sesuai dengan tingkah laku yang berlaku Secara umum hukuman dalam hukum adalah sanksi fisik maupun psikis untuk kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan yang berpengaruh untuk karakter anak dan tidak bagus untuk psikologis anak.

          Disiplin positif bertujuan untuk bekerja sama dengan santri dan tidak menentang mereka. Penekanannya adalah membangun kekuatan santri daripada mengkritik kelemahan mereka dan menggunakan penguatan positif (positive reinforcement) untuk mempromosikan perilaku yang baik. Hal ini melibatkan memberikan santri pedoman yang jelas untuk perilaku apa yang dapat diterima dan kemudian mendukung mereka ketika mereka belajar untuk mematuhi pedoman ini. Pendekatan ini secara aktif mempromosikan partisipasi anak dan penyelesaian masalah dan di saat yang bersamaan juga mendorong orang dewasa, dalam hal ini yaitu pendidik, untuk menjadi panutan positif bagi anak-anak muda dalam perjalanan tumbuh kembang mereka.

           Upaya untuk membangun budaya positif di madrasah, ustadz harus bekerja sama dengan kepala madrasah serta orang tua. Melibatkan dan bekerjasama dengan orangtua dalam penerapan disiplin positif. Kepala madrasah harus memastikan para ustadz dan staf mendapatkan dukungan dalam menerapkan disiplin positif di madrasah serta Mendukung dan mengawasi keterlibatan orangtua dalam menerapkan disiplin positif. Dan orang tua menciptakan suasana rumah yang aman dan nyaman sehingga dapat menerapkan disiplin positif yang konsisten dan berpartisipasi dalam pertemuan madrasah dan memiliki hubungan baik dengan guru/madrasah untuk mendukung pendekatan disiplin positif

       Oleh karena itu ustadz harus sebagai manager dalam menerapkan budaya positif di madrasah sehingga tercipta budaya positif yang menjadikan seluruh santri mempunyai kebiasaan yang baik tanpa adanya tekanan dan ancaman yang diberikan, tetapi mereka menyadari akan nilai nilai positif yang diraih dengan melakukan hal hal yang baik tersebut dengan melakukan kesepakatan  yang telah disetujui bersama.

Simpulan

Madrasah Diniyah atau Madin merupakan sebuah upaya yang dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten Pasuruan melalui program WAKMUQIDIN (Wayae Kumpul Mbangun TPQ dan Madin). Ini merupakan salah satu kearifan lokal yang digagas oleh Pemkab Pasuruan karena berisi kumpulan pengetahuan yang berupa nilai, norma, dan aturan-aturan khusus yang berkembang, ditaati, dan dilaksanakan oleh masyarakat di suatu tempat dan diwariskan dari generasi ke generasi. Dalam pelaksanaannya madin menerapkan budaya positif yang merupakan nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan di madrasah yang berpihak pada santri agar santri dapat berkembang menjadi pribadi yang kritis, penuh hormat dan bertanggung jawab.

Sumber Bacaan:

 

Aulia, T.O.S; A.H., Dharmawan. 2010. Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Sumberdaya Air di Kampung Kuta. Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia. 4 (3): 345-355. 

 

Budiwiyanto. 2005. Tinjauan Tentang Perkembangan Pengaruh Local Genius dalam Seni Bangunan Sakral (Keagamaan) di Indonesia. Ornamen. 2(1):

25-35.

 

Departemen Agama, Sejarah Perkembangan Madarsah, (Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1998), 30

 

Fajarini, U. 2014. Peranan Kearifan Lokal dalam Pendidikan Karakter. Sosio Didaktika 1(2): 123130.

 

Maksum, Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999),

Negara, P.D. 2011. Rekonstruksi Kebijakan Pengelolaan Kawasan Konservasi Berbasis Kearifan Lokal sebagai Kontribusi Menuju Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Indonesia. Jurnal

Konstitusi. IV(2): 91-138.

 

Sartini. 2004. Menggali Kearifan Lokal Nusantara Sebuah Kajian Filsafati. Jurnal Filsafat. 37(2): 111-120.

 

Yunus, R. 2012. Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Local Genius) sebagai Penguat Karakter Bangsa: Studi Empiris tentang Huyula. Yogyakarta: CV. Budi Utama.