MENDIDIK
DAN MELATIH KECERDASAN BUDI PEKERTI
Izatul
Laela, S.Si
Pendidik
di SMPN 2 Wonorejo
Budi
pekerti berdasarkan pemikiran Ki Hajar Dewantara
Tujuannya
agar dapat memahami gagasan Ki Hajar Dewantara mengenai tujuan dan azas Pendidikan
nasional untuk melatih dan mendidik budi pekerti murid.
Merdeka
Belajar
Suatu
hari Ibu Handa mendaftarkan Wuri dan dua orang temannya untuk mengikuti lomba
cerdas cermat berkelompok tingkat SMP. Wuri merasa paling pandai diantara teman
dalam kelompoknya. Pada saat lomba berlangsung Wuri berusaha menjawab dengan
cepat pertanyaan yang diajukan oleh dewan juri tanpa mendiskusikan dengan teman
dalam kelompoknya. Bahkan teman satu timnya merasa diabaikan. Akibatnya banyak
jawaban yang salah sehingga membuat timnya tidak dapat masuk pada babak
berikutnya. Selesai lomba Ibu Handa mendekati muridnya dan bertanya mengapa
mereka menjawab soal dengan cepat sekali dan tanpa diskusi terlebih dahulu
padahal panitia memberikan waktu untuk berdiskusi. Wuri lalu menjawab dengan
menyalahkan teman satu timnya jika mereka tidak mengerti pertanyaannya apalagi
jawabannya. Ia pun mengatakan jika dirinya saja tidak dapat menjawabnya apalagi
teman satu timnya sehingga merasa tidak perlu diskusi. Melihat lomba tersebut
Ibu handa tersadar bahwa selama ini ia terlalu focus melatih penguasaan materi
lomba dan lalai mengajarkan perilaku rendah hati dan bekerjasama.
Dari
cerita tersebut, apakah kita sebagai guru cukup memberikan Pendidikan kognitif
saja? Sementara murid membutuhkan tuntunan yang dapat menumbuhkan budi pekerti
dalam kehidupannya.
Budi
pekerti atau watak merupakan hasil dari bersatunya gerak
pikiran, perasaan dan kehendak atau kemauan, sehingga menimbulkan suatu tenaga.
Budi pekerti juga dapat dimaknai sebagai perpaduan antara cipta (kognitif) dan
rasa (afektif) sehingga menimbulkan karsa (psikomotorik). Misalnya seseorang
yang memiliki budi pekerti jujur maka kecil kemungkinan dia akan melakukan
kebohongan atau mengambil sesuatu yang bukan miliknya atau bahkan ia akan merasa
terganggu jika melihat ketidakjujuran terjadi di sekitarnya.
Kita
dapat melihat perpaduan antara
1. pengetahuan
atau wawasan tentang kejujuran (kognitif)
2. perasaan
yang mengikutinya yaitu gelisah atau merasa tidak nyaman melihat ketidakjujuran
(afektif)
3. berperilaku
jujur (psikomotorik)
Hal
ini selaras denga napa yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara bahwa Budi
pekerti adalah kemampuan kodrat manusia atau individu yang berkaitan dengan bagian
biologis dan berperan menentukan karakter seseorang.
Bagian
biologis adalah bagian yang berhubungan dengan rasa seperti rasa takut, cemas,
gelisah, putus asa, tidak percaya diri, senang, Bahagia, kecewa, sedih, dan
sebagainya.
Di
samping itu terdapat juga intelligible yaitu bagian yang berhubungan
dengan kemampuan kognitif atau berpikir menyerap pengetahuan. Kedua bagian
waatak atau budi pekerti inilah yang dijadikan dasar penjelasan Ki Hajar
Dewantara mengenai kertas yang bertuliskan tulisan “samar” dalam pendekatan
teori konvergensi. Lalu bagaimana watak atau budi pekerti terbentuk?
Ki
Hajar Dewantara juga menjelaskan bahwa keluarga merupakan tempat utama dan
paling baik untuk pembentukan watak atau budi pekerti anak atau murid. Keluarga
menjadi tempat murid atau anak dalam proses “menyempurna” atau menjadi sempurna
sebagai laboratorium awal dan utama melatih kecerdasan budi pekerti anak agar
siap menjalani kehidupan dalam masyarakat.
Kita
sebagai pendidik di sekolah ikut serta membantu menemukan kecerdasan budi
pekerti dengan tuntunan dan teladan yang sesuai dengan kebutuhan murid.
Seseorang yang mempunyai kecerdasan budi pekerti akan senantiasa memikirkan,
merasakan, mempertimbangkan setiap perilaku yang ditampilkannya.
Tepat
sekali apa yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara bahwa watak atau budi
pekerti merupakan kodrat setiap manusia sehingga sebagai pendidik perlu
memahami kodrat itu dan dapat mendampingi tumbuhnya kecakapan budi pekerti
murid dalam kegiatan-kegiatan pembelajaran yang dialaminya.
Pendidkan
sangat erat kaitannya dengan intelligible dari budi pekerti karena berhubungan
dengan kecerdasan pikiran atau berpikir murid yang dapat berubah dari waktu ke
waktu serta keadaan tertentu. Murid dapat menumbuhkan kecakapan berpikir atau
pikiran dengan baik karena pengaruh keadaan. Salah satu yang mempengaruhinya
mungkin kita sebagai pendidik yang senantiasa menuntun tumbuhnya kecerdasan
pikiran murid. Bukankah ketika kita masih anak-anak saat berusia 3-4 tahun kita
sedikit demi sedikit berproses memahami sesuatu menggunakan panca indera
misalnya Ketika orangtua atau guru membacakan cerita atau menunjukkan sesuatu
kita menggunakan indera penglihatan, pendengaran untuk berusaha memahaminya.
Kemudian kita mencoba untuk mengekspresikan apa yang kita pahami dengan meniru.
Mengulangi kata atau kalimat yang orangtua atau guru ucapkan sampai kemudian
kita dapat mengenal huruf dan tulisannya. Lalu mengembangkannya hingga menjadi
keeterampilan membaca, menulis dan berhitung bahkan memahami isi bacaan.
Kemudian mampu menceritakan kembali isi bacaan hingga memproduksi bacaan
tersebut.
Sebagai
pendidik tentu kita menemukan berbagai macam watak murid setiap harinya di
kelas. Menemani proses belajarnya, mendampingi tumbuhnya kecerdasan
berpikirnya, dan membantu murid menemukan budi pekerti atau watak baiknya serta
membantu murid mengendalikan dan memperbaiki watak atau budi pekerti yang
kurang baik. Misalnya di kelas kita menemukan murid yang belum bisa membaca,
menulis dan berhitung. Apakah kita dapat membantu murid untuk membaca, menulis
dan berhitung? Dengan tuntunan dan dampingan yang tepat membuat murid mampu
memahami dan memaknai pentingnya membaca, menulis dan berhitung bagi dirinya.
Contoh
lain Ketika kita menemukan murid yang sangat pemalu untuk mengungkapkan
pendapatnya, apakah kta dapat membantunya memunculkan kesadaran pentingnya
menjadi lebih berani untuk mengemukakan pendapatnya di kelas? Kita dapat
membantunya untuk menggali potensi kecerdasan budi pekerti di dalam dirinya.
Caranya yaitu
1. Dengan
melatih keberanian berpendapat (akal)
2. Mengasah
perasaan dan perilaku (rasa)
3. Memunculkan
kehendak (karsa)
Untuk
selanjutnya mempertimbangkan perilaku berani mengungkapkan pendapatnya.
Pendidik
harus mampu memahami kodrat murid sebagai individu yang sadar mampu memikirkan,
memahami, merasakan, berempati, berkehendak dan bertindak semestinya dapat kita
tanamkan dalam benak kita sebagai pendidik. Tujuannya adalah agar murid mampu berefleksi,
mendapatkan pemahaman bermakna untuk mengenal dirinya. Maka murid dapat menjadi
manusia atau individu yang merdeka , berakal budi yang menentukan keberadaan
dan jati dirinya.
Mari
kita refleksi Bersama
“
Apakah kita sebagai pendidik telah memperhatikan tumbuhnya kecerdasan budi
pekerti atau watak murid dalam proses belajarnya?”
“
Apa yang bis akita lakukan sebagai pendidik untuk membantu murid menemukan budi
pekerti atau wataknya agar menjadi manusia yang merdeka?
Referensi
: Irayati, Monica, 2022, Budi Pekerti, PMM, www.kemdikbud.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar