Jumat, 05 Agustus 2022

MENDIDIK DAN MELATIH KECERDASAN BUDI PEKERTI

 

MENDIDIK DAN MELATIH KECERDASAN BUDI PEKERTI

Izatul Laela, S.Si

Pendidik di SMPN 2 Wonorejo

 

Budi pekerti berdasarkan pemikiran Ki Hajar Dewantara

Tujuannya agar dapat memahami gagasan Ki Hajar Dewantara mengenai tujuan dan azas Pendidikan nasional untuk melatih dan mendidik budi pekerti murid.

Merdeka Belajar

Suatu hari Ibu Handa mendaftarkan Wuri dan dua orang temannya untuk mengikuti lomba cerdas cermat berkelompok tingkat SMP. Wuri merasa paling pandai diantara teman dalam kelompoknya. Pada saat lomba berlangsung Wuri berusaha menjawab dengan cepat pertanyaan yang diajukan oleh dewan juri tanpa mendiskusikan dengan teman dalam kelompoknya. Bahkan teman satu timnya merasa diabaikan. Akibatnya banyak jawaban yang salah sehingga membuat timnya tidak dapat masuk pada babak berikutnya. Selesai lomba Ibu Handa mendekati muridnya dan bertanya mengapa mereka menjawab soal dengan cepat sekali dan tanpa diskusi terlebih dahulu padahal panitia memberikan waktu untuk berdiskusi. Wuri lalu menjawab dengan menyalahkan teman satu timnya jika mereka tidak mengerti pertanyaannya apalagi jawabannya. Ia pun mengatakan jika dirinya saja tidak dapat menjawabnya apalagi teman satu timnya sehingga merasa tidak perlu diskusi. Melihat lomba tersebut Ibu handa tersadar bahwa selama ini ia terlalu focus melatih penguasaan materi lomba dan lalai mengajarkan perilaku rendah hati dan bekerjasama.

Dari cerita tersebut, apakah kita sebagai guru cukup memberikan Pendidikan kognitif saja? Sementara murid membutuhkan tuntunan yang dapat menumbuhkan budi pekerti dalam kehidupannya.

Budi pekerti atau watak merupakan hasil dari bersatunya gerak pikiran, perasaan dan kehendak atau kemauan, sehingga menimbulkan suatu tenaga. Budi pekerti juga dapat dimaknai sebagai perpaduan antara cipta (kognitif) dan rasa (afektif) sehingga menimbulkan karsa (psikomotorik). Misalnya seseorang yang memiliki budi pekerti jujur maka kecil kemungkinan dia akan melakukan kebohongan atau mengambil sesuatu yang bukan miliknya atau bahkan ia akan merasa terganggu jika melihat ketidakjujuran terjadi di sekitarnya.

Kita dapat melihat perpaduan antara

1.      pengetahuan atau wawasan tentang kejujuran (kognitif)

2.      perasaan yang mengikutinya yaitu gelisah atau merasa tidak nyaman melihat ketidakjujuran (afektif)

3.      berperilaku jujur (psikomotorik)

Hal ini selaras denga napa yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara bahwa Budi pekerti adalah kemampuan kodrat manusia atau individu yang berkaitan dengan bagian biologis dan berperan menentukan karakter seseorang.

Bagian biologis adalah bagian yang berhubungan dengan rasa seperti rasa takut, cemas, gelisah, putus asa, tidak percaya diri, senang, Bahagia, kecewa, sedih, dan sebagainya.

Di samping itu terdapat juga intelligible yaitu bagian yang berhubungan dengan kemampuan kognitif atau berpikir menyerap pengetahuan. Kedua bagian waatak atau budi pekerti inilah yang dijadikan dasar penjelasan Ki Hajar Dewantara mengenai kertas yang bertuliskan tulisan “samar” dalam pendekatan teori konvergensi. Lalu bagaimana watak atau budi pekerti terbentuk?

Ki Hajar Dewantara juga menjelaskan bahwa keluarga merupakan tempat utama dan paling baik untuk pembentukan watak atau budi pekerti anak atau murid. Keluarga menjadi tempat murid atau anak dalam proses “menyempurna” atau menjadi sempurna sebagai laboratorium awal dan utama melatih kecerdasan budi pekerti anak agar siap menjalani kehidupan dalam masyarakat.

Kita sebagai pendidik di sekolah ikut serta membantu menemukan kecerdasan budi pekerti dengan tuntunan dan teladan yang sesuai dengan kebutuhan murid. Seseorang yang mempunyai kecerdasan budi pekerti akan senantiasa memikirkan, merasakan, mempertimbangkan setiap perilaku yang ditampilkannya.

Tepat sekali apa yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara bahwa watak atau budi pekerti merupakan kodrat setiap manusia sehingga sebagai pendidik perlu memahami kodrat itu dan dapat mendampingi tumbuhnya kecakapan budi pekerti murid dalam kegiatan-kegiatan pembelajaran yang dialaminya.

Pendidkan sangat erat kaitannya dengan intelligible dari budi pekerti karena berhubungan dengan kecerdasan pikiran atau berpikir murid yang dapat berubah dari waktu ke waktu serta keadaan tertentu. Murid dapat menumbuhkan kecakapan berpikir atau pikiran dengan baik karena pengaruh keadaan. Salah satu yang mempengaruhinya mungkin kita sebagai pendidik yang senantiasa menuntun tumbuhnya kecerdasan pikiran murid. Bukankah ketika kita masih anak-anak saat berusia 3-4 tahun kita sedikit demi sedikit berproses memahami sesuatu menggunakan panca indera misalnya Ketika orangtua atau guru membacakan cerita atau menunjukkan sesuatu kita menggunakan indera penglihatan, pendengaran untuk berusaha memahaminya. Kemudian kita mencoba untuk mengekspresikan apa yang kita pahami dengan meniru. Mengulangi kata atau kalimat yang orangtua atau guru ucapkan sampai kemudian kita dapat mengenal huruf dan tulisannya. Lalu mengembangkannya hingga menjadi keeterampilan membaca, menulis dan berhitung bahkan memahami isi bacaan. Kemudian mampu menceritakan kembali isi bacaan hingga memproduksi bacaan tersebut.

Sebagai pendidik tentu kita menemukan berbagai macam watak murid setiap harinya di kelas. Menemani proses belajarnya, mendampingi tumbuhnya kecerdasan berpikirnya, dan membantu murid menemukan budi pekerti atau watak baiknya serta membantu murid mengendalikan dan memperbaiki watak atau budi pekerti yang kurang baik. Misalnya di kelas kita menemukan murid yang belum bisa membaca, menulis dan berhitung. Apakah kita dapat membantu murid untuk membaca, menulis dan berhitung? Dengan tuntunan dan dampingan yang tepat membuat murid mampu memahami dan memaknai pentingnya membaca, menulis dan berhitung bagi dirinya.

Contoh lain Ketika kita menemukan murid yang sangat pemalu untuk mengungkapkan pendapatnya, apakah kta dapat membantunya memunculkan kesadaran pentingnya menjadi lebih berani untuk mengemukakan pendapatnya di kelas? Kita dapat membantunya untuk menggali potensi kecerdasan budi pekerti di dalam dirinya. Caranya yaitu

1.      Dengan melatih keberanian berpendapat (akal)

2.      Mengasah perasaan dan perilaku (rasa)

3.      Memunculkan kehendak (karsa)

Untuk selanjutnya mempertimbangkan perilaku berani mengungkapkan pendapatnya.

Pendidik harus mampu memahami kodrat murid sebagai individu yang sadar mampu memikirkan, memahami, merasakan, berempati, berkehendak dan bertindak semestinya dapat kita tanamkan dalam benak kita sebagai pendidik. Tujuannya adalah agar murid mampu berefleksi, mendapatkan pemahaman bermakna untuk mengenal dirinya. Maka murid dapat menjadi manusia atau individu yang merdeka , berakal budi yang menentukan keberadaan dan jati dirinya.

Mari kita refleksi Bersama

“ Apakah kita sebagai pendidik telah memperhatikan tumbuhnya kecerdasan budi pekerti atau watak murid dalam proses belajarnya?”

“ Apa yang bis akita lakukan sebagai pendidik untuk membantu murid menemukan budi pekerti atau wataknya agar menjadi manusia yang merdeka?

 

Referensi : Irayati, Monica, 2022, Budi Pekerti, PMM, www.kemdikbud.go.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar