RAMADHAN : BULAN
PEMBENTUKAN KARAKTER
Izatul Laela, S.Si
Pendidik di SMPN 2 Wonorejo
Sebuah
penelitian di Harvard University Amerika Serikat, menyatakan bahwa ternyata
kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan
kemampuan teknis (hard skill) saja,
tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya
ditentukan sekitar 20 persen oleh hard
skill dan sisanya 80 persen oleh soft
skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan
lebih banyak didukung kemampuan soft
skill daripada hard skill (Ali
Ibrahim Akbar, 2000).
Masih
menurut Ali Ibrahim Akbar (2009), praktik pendidikan di Indonesia cenderung
lebih berorentasi pada pendidikan berbasis hard
skill (keterampilan teknis) yang lebih bersifat mengembangkan intelligence
quotient (IQ), namun kurang mengembangkan kemampuan soft skill yang tertuang dalam emotional
intelligence (EQ), dan spiritual
intelligence (SQ). Pembelajaran diberbagai sekolah bahkan perguruan tinggi
lebih menekankan pada perolehan nilai hasil ulangan maupun nilai hasil ujian.
Banyak guru yang memiliki persepsi bahwa peserta didik yang memiliki kompetensi
yang baik adalah memiliki nilai hasil ulangan/ujian yang tinggi.
Negara
kita memerlukan sumber daya manusia (SDM) yang handal secara kualitas maupun
kuantitas. Maka pemerintah melalui UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada Pasal 3 menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa.
Sejalan
dengan tujuan Pendidikan nasional yaitu untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab, maka sesungguhnya bulan
Ramadhan adalah momentum terbaik untuk mendidik (mentarbiyah) manusia menjadi
lebih baik. Allah sendiri yang menjanjikan bahwa orang-orang mukmin yang
berpuasa akan menjadi orang yang bertaqwa (QS Al Baqarah : 183).
Saat
ini pemerintah sedang gencar mensosialisasikan pendidikan karakter.
Permasalahannya, pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada
tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan
internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Bulan Ramadhan
sangat tepat sekali dijadikan momentum untuk proses internalisasi nilai-nilai
karakter positif dalam diri siswa (peserta didik).
Sebagai
upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian
Pendidikan Nasional mengembangkan grand
design pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual
dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan
jenjang pendidikan. Konfigurasi karakter
dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan
dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional
development). Bulan Ramadhan sarat muatan spiritual karena hanya
orang-orang beriman saja yang menjawab seruan Allah SWT untuk melaksanakan
ibadah puasa. Dengan berpuasa orang akan mampu mengendalikan dan mengontrol
emosi serta nafsu terhadap kecenderungan duniawi. Betapa banyak orang yang mengelabui
pandangan manusia dengan berpura-pura seperti orang berpuasa. Puasa melatih kejujuran karena hanya diri kita dan Allah
saja yang Mengetahui. Ikut merasakan
lapar seperti apa yang dirasakan orang-orang miskin akan memunculkan rasa tanggung jawab untuk memikirkan nasib
mereka.
Konfigurasi
karakter berikutnya adalah Olah Pikir (intellectual
development). Orang yang cerdas
adalah orang yang banyak melakukan dzikrul maut (mengingat kematian). Dengan
banyak mengingat kematian maka orang akan banyak mempersiapkan bekal untuk
menghadapi hidup setelah kematian. Allah SWT melipat gandakan pahala bagi orang
yang melakukan amal ibadah di bulan Ramadhan (membaca Al Qur’an, berinfaq,
shadaqah, dll). Hasil riset di Universitas Al Azhar, Kairo menyatakan bahwa
membaca Al Qur’an dapat meningkatkan kinerja otak sampai 80%, karena ada 3
aktifitas otak yaitu melihat, membaca, dan mendengar. Apalagi kalau kemudian
dilanjutkan dengan mentadabburi (mempelajari) isi Al Qur’an. Subhanallah,
disinilah terjadi intellectual
development yang sesungguhnya.
Olah
Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development) merupakan konfigurasi
karakter ketiga. Pola hidup yang
sehat sudah dicontohkan oleh teladan terbaik sepanjang jaman yaitu Rasulullah
Muhammad SAW. Menjadi seorang muslim tentu akan terjaga kebersihan jasmani dan rohani. Paling tidak lima kali dalam sehari
semalam seorang muslim membersihkan diri dari hadats besar maupun kecil ketika akan
shalat fardhu (shalat wajib). Belum lagi bila melaksanakan ibadah shalat sunnah
seperti shalat dluha, shalat tahajjud atau shalat sunnah lainnya. Salah satu
hikmah puasa ditinjau dari kesehatan adalah membuat pelakunya sehat sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Berpuasalah maka kamu akan sehat” (HR Tirmidzi). Sudah banyak penelitian
tentang manfaat puasa ini, salah satunya adalah yang dilakukan oleh Prof. Chang,
Singapura tahun 2011 menyatakan bahwa detoxifikasi paling ampuh adalah dengan
memberi kesempatan organ-organ pencernaan untuk istirahat (=puasa) tiap bulan
selama 7 – 11 hari. Hal ini tentu sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW yang
melaksanakan puasa senin-kamis ditambah puasa pertengahan bulan Hijriyah (tanggal
13, 14 dan 15 bulan Qamariyah).
Yang
keempat adalah Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development). Peduli
dan kreatif adalah karakter yang diharapkan muncul dari olah rasa dan karsa
ini. Puasa melatih kepedulian
terhadap sesama. Orang yang berpuasa berarti sengaja melaparkan diri dengan
dibatasi oleh dua waktu yaitu imsak (sebelum fajar) sampai adzan maghrib.
Sementara fakir dan miskin menderita kelaparan dalam waktu yang tidak tahu
kapan batasnya. Inilah yang kemudian menimbulkan kepedulian itu sehingga orang
yang berpuasa akan gemar memberi makanan berbuka, gemar berinfaq, gemar
bershadaqah. Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan amalan hamba-hambaNya di bulan
yang penuh barakah ini. Seperti sabda Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa
memberi makanan berbuka untuk orang yang berpuasa akan mendapatkan pahala sebagaimana
orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahala orang yang diberi (HR Tirmidzi,
Nasa’i dan Ibnu Majah).
Bila kita melihat realita dalam dunia
pendidikan, maka peserta
didik mengikuti pendidikan di sekolah hanya sekitar 7 jam per hari, atau kurang
dari 30%. Selebihnya (70%), peserta didik berada dalam keluarga dan lingkungan
sekitarnya. Jika dilihat dari aspek kuantitas waktu, pendidikan di sekolah
berkontribusi hanya sebesar 30% terhadap hasil pendidikan peserta didik.
Selama ini, pendidikan informal terutama
dalam lingkungan keluarga belum memberikan kontribusi berarti dalam mendukung
pencapaian kompetensi dan pembentukan karakter peserta didik. Kesibukan dan aktivitas
kerja orang tua yang relatif tinggi,
kurangnya pemahaman orang tua dalam mendidik anak di lingkungan keluarga,
pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh media elektronik
ditengarai bisa berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan pencapaian hasil
belajar peserta didik. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan
tersebut adalah melalui pendidikan karakter terpadu, yaitu memadukan dan
mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal lingkungan keluarga dengan
pendidikan formal di sekolah. Dan sesungguhnya bulan Ramadhan adalah bulan untuk mentarbiyah (mendidik)
karakter terpadu. Dalam hal
ini, waktu belajar peserta didik di sekolah perlu dioptimalkan agar peningkatan
mutu hasil belajar, terutama pembentukan karakter peserta didik sesuai tujuan
pendidikan dapat dicapai. Dengan
adanya Pondok Ramadhan atau Sanlat (Pesantren Kilat) yang diadakan di sekolah
merupakan salah satu upaya untuk mewujudkannya.
Menurut Mochtar
Buchori (2007), pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke
pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan
akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Harapan kita semua
adalah bahwa Ramadhan bukan hanya menginspirasi pendidikan karakter sesaat.
Tapi didikan atau gemblengan bulan Ramadhan akan menjiwai pendidikan karakter
peserta didik kita, anak-anak kita di luar bulan Ramadhan. Caranya adalah
dengan mengintegrasikan
pendidikan dalam
pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan
dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan,
dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan
demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif,
tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan
peserta didik sehari-hari di masyarakat.
Referensi :
Ibrahim, Ali, 2009. Pendidikan Karakter, Penerbit Remaja
Rosda Karya
👍👍👍👍
BalasHapusTerima kasih
HapusMantap bu Izza
BalasHapusAda paragraf yang beda font, memang begitu ya
Iya.. lupa ngedit..hehe
Hapus