Selasa, 05 April 2022

RAMADHAN : BULAN PEMBENTUKAN KARAKTER

 


RAMADHAN : BULAN PEMBENTUKAN KARAKTER

Izatul Laela, S.Si

Pendidik di SMPN 2 Wonorejo

 

Sebuah penelitian di Harvard University Amerika Serikat, menyatakan bahwa ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill (Ali Ibrahim Akbar, 2000).

Masih menurut Ali Ibrahim Akbar (2009), praktik pendidikan di Indonesia cenderung lebih berorentasi pada pendidikan berbasis hard skill (keterampilan teknis) yang lebih bersifat mengembangkan intelligence quotient (IQ), namun kurang mengembangkan kemampuan soft skill yang tertuang dalam emotional intelligence (EQ), dan spiritual intelligence (SQ). Pembelajaran diberbagai sekolah bahkan perguruan tinggi lebih menekankan pada perolehan nilai hasil ulangan maupun nilai hasil ujian. Banyak guru yang memiliki persepsi bahwa peserta didik yang memiliki kompetensi yang baik adalah memiliki nilai hasil ulangan/ujian yang tinggi.

Negara kita memerlukan sumber daya manusia (SDM) yang handal secara kualitas maupun kuantitas. Maka pemerintah melalui UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3 menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Sejalan dengan tujuan Pendidikan nasional yaitu untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, maka sesungguhnya bulan Ramadhan adalah momentum terbaik untuk mendidik (mentarbiyah) manusia menjadi lebih baik. Allah sendiri yang menjanjikan bahwa orang-orang mukmin yang berpuasa akan menjadi orang yang bertaqwa (QS Al Baqarah : 183).

Saat ini pemerintah sedang gencar mensosialisasikan pendidikan karakter. Permasalahannya, pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Bulan Ramadhan sangat tepat sekali dijadikan momentum untuk proses internalisasi nilai-nilai karakter positif dalam diri siswa (peserta didik).

Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur,  jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan.  Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development). Bulan Ramadhan sarat muatan spiritual karena hanya orang-orang beriman saja yang menjawab seruan Allah SWT untuk melaksanakan ibadah puasa. Dengan berpuasa orang akan mampu mengendalikan dan mengontrol emosi serta nafsu terhadap kecenderungan duniawi. Betapa banyak orang yang mengelabui pandangan manusia dengan berpura-pura seperti orang berpuasa. Puasa melatih kejujuran karena hanya diri kita dan Allah saja yang Mengetahui.  Ikut merasakan lapar seperti apa yang dirasakan orang-orang miskin akan memunculkan rasa tanggung jawab untuk memikirkan nasib mereka.

Konfigurasi karakter berikutnya adalah Olah Pikir (intellectual development).  Orang yang cerdas adalah orang yang banyak melakukan dzikrul maut (mengingat kematian). Dengan banyak mengingat kematian maka orang akan banyak mempersiapkan bekal untuk menghadapi hidup setelah kematian. Allah SWT melipat gandakan pahala bagi orang yang melakukan amal ibadah di bulan Ramadhan (membaca Al Qur’an, berinfaq, shadaqah, dll). Hasil riset di Universitas Al Azhar, Kairo menyatakan bahwa membaca Al Qur’an dapat meningkatkan kinerja otak sampai 80%, karena ada 3 aktifitas otak yaitu melihat, membaca, dan mendengar. Apalagi kalau kemudian dilanjutkan dengan mentadabburi (mempelajari) isi Al Qur’an. Subhanallah, disinilah terjadi intellectual development yang sesungguhnya.  

Olah Raga dan Kinestetik  (Physical and kinestetic development) merupakan konfigurasi karakter ketiga. Pola hidup yang sehat sudah dicontohkan oleh teladan terbaik sepanjang jaman yaitu Rasulullah Muhammad SAW. Menjadi seorang muslim tentu akan terjaga kebersihan jasmani dan rohani. Paling tidak lima kali dalam sehari semalam seorang muslim membersihkan diri dari hadats besar maupun kecil ketika akan shalat fardhu (shalat wajib). Belum lagi bila melaksanakan ibadah shalat sunnah seperti shalat dluha, shalat tahajjud atau shalat sunnah lainnya. Salah satu hikmah puasa ditinjau dari kesehatan adalah membuat pelakunya sehat sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Berpuasalah maka kamu akan sehat” (HR Tirmidzi). Sudah banyak penelitian tentang manfaat puasa ini, salah satunya adalah yang dilakukan oleh Prof. Chang, Singapura tahun 2011 menyatakan bahwa detoxifikasi paling ampuh adalah dengan memberi kesempatan organ-organ pencernaan untuk istirahat (=puasa) tiap bulan selama 7 – 11 hari. Hal ini tentu sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW yang melaksanakan puasa senin-kamis ditambah puasa pertengahan bulan Hijriyah (tanggal 13, 14 dan 15 bulan Qamariyah).

Yang keempat adalah  Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development). Peduli dan kreatif adalah karakter yang diharapkan muncul dari olah rasa dan karsa ini. Puasa melatih kepedulian terhadap sesama. Orang yang berpuasa berarti sengaja melaparkan diri dengan dibatasi oleh dua waktu yaitu imsak (sebelum fajar) sampai adzan maghrib. Sementara fakir dan miskin menderita kelaparan dalam waktu yang tidak tahu kapan batasnya. Inilah yang kemudian menimbulkan kepedulian itu sehingga orang yang berpuasa akan gemar memberi makanan berbuka, gemar berinfaq, gemar bershadaqah. Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan amalan hamba-hambaNya di bulan yang penuh barakah ini. Seperti sabda Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa memberi makanan berbuka untuk orang yang berpuasa akan mendapatkan pahala sebagaimana orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahala orang yang diberi (HR Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah).

Bila kita melihat realita dalam dunia pendidikan, maka peserta didik mengikuti pendidikan di sekolah hanya sekitar 7 jam per hari, atau kurang dari 30%. Selebihnya (70%), peserta didik berada dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Jika dilihat dari aspek kuantitas waktu, pendidikan di sekolah berkontribusi hanya sebesar 30% terhadap hasil pendidikan peserta didik.

Selama ini, pendidikan informal terutama dalam lingkungan keluarga belum memberikan kontribusi berarti dalam mendukung pencapaian kompetensi dan pembentukan karakter peserta didik. Kesibukan dan aktivitas kerja orang tua yang relatif  tinggi, kurangnya pemahaman orang tua dalam mendidik anak di lingkungan keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh media elektronik ditengarai bisa berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan pencapaian hasil belajar peserta didik. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui pendidikan karakter terpadu, yaitu memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal lingkungan keluarga dengan pendidikan formal di sekolah. Dan sesungguhnya bulan Ramadhan adalah bulan untuk mentarbiyah (mendidik) karakter terpadu. Dalam hal ini, waktu belajar peserta didik di sekolah perlu dioptimalkan agar peningkatan mutu hasil belajar, terutama pembentukan karakter peserta didik sesuai tujuan pendidikan dapat dicapai. Dengan adanya Pondok Ramadhan atau Sanlat (Pesantren Kilat) yang diadakan di sekolah merupakan salah satu upaya untuk mewujudkannya.

Menurut Mochtar Buchori (2007), pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Harapan kita semua adalah bahwa Ramadhan bukan hanya menginspirasi pendidikan karakter sesaat. Tapi didikan atau gemblengan bulan Ramadhan akan menjiwai pendidikan karakter peserta didik kita, anak-anak kita di luar bulan Ramadhan. Caranya adalah dengan mengintegrasikan pendidikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.

 

Referensi :

Ibrahim, Ali, 2009. Pendidikan Karakter, Penerbit Remaja Rosda Karya


https://ejournal.unisnu.ac.id 

 


                                                                                   

 

 

 

 

 

 

 






 

 

  

 

4 komentar: