Sabtu, 21 Mei 2022

COACHING : GALI POTENSI TEMUKAN SOLUSI

 

COACHING : GALI POTENSI  TEMUKAN SOLUSI



Izatul Laela, S.Si

Pendidik di SMPN 2 Wonorejo

 

Coach” berasal dari bahasa Hongaria “kocsi” yang artinya kendaraan pengangkut. Maka di banyak negara Eropa, kendaraan pengangkut entah kereta api atau bus disebut sebagai “coach”. Fungsi kendaraan pengangkut adalah memindahkan seseorang atau sekelompok orang dari satu titik ke titik yang lain.

Menurut ICF (International Coach Federation), coaching adalah bentuk partnership yang terbangun antara coach dan coachee, untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional coachee melalui proses kreatif guna menstimulasi dan mengeksplorasi pikiran agar dapat memaksimalkan potensi personal serta profesional.

Merujuk pada istilah partnership tersebut, maka ada unsur kesetaraan antara coach dengan coachee. Coach dan coachee berada dalam posisi duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi. Dalam konteks partnership itu pula, proses yang terjadi di dalam coaching adalah proses dialog, komunikasi dua arah, dan saling memahami satu sama lain dalam suasana yang produktif. Coach membantu coachee supaya coachee lebih memahami dirinya sendiri, baik memahami hal-hal yang diinginkan maupun kekuatan-kekuatan yang dimiliki.

Dalam dunia pendidikan, coaching sangat efektif membantu menyelesaikan permaslahan yang dialami oleh murid maupun sesama guru.

Prinsip Coaching

Harus ada kolaborasi antara coach (guru) dan coachee (murid), coach membuat pertanyaan yang menggali coachee untuk menemukenali permasalahan dan menyadarkan tanpa mengajari. Kesadaran muncul dari diri coachee sendiri

Coach sebagai fasilitator dengan menjadi pendengar yang cerdas serta penyimak untuk menerima pesan dari coachee. Sangat penting bagi seorang coach menangkap kata-kata kunci saat mendengarkan dan menyimak curahan coachee. Pesan-pesan kunci dijadikan bahan untuk mengajukan pertanyaan selanjutnya yang menyadarkan diri coachee untuk mengadakan perubahan secara berkesadaran.

            Pengalaman ketika melakukan coaching kepada murid kelas IX. Sebut saja namanya Fulanah. Saya mendapatkan laporan dari beberapa guru bahwa Fulanah akhir-akhir ini sering melamun, terlihat bengong saat pembelajaran di kelas. Tidak seperti hari-hari biasanya. Setelah melakkan pendekatan, akhirnya Fulanah bersedia diajak untuk melakukan coaching.

            Sebagai coach saya menggunakan model TIRTA. Model TIRTA dikembangkan dengan semangat merdeka belajar yang menuntut guru untuk memiliki keterampilan coaching.  Hal ini penting mengingat tujuan coaching yaitu untuk melejitkan potensi murid agar menjadi lebih merdeka. Melalui model TIRTA, guru diharapkan dapat melakukan pendampingan kepada murid melalui pendekatan coaching di komunitas sekolah dengan lebih mudah dan mengalir

Dari segi bahasa, TIRTA berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan murid kita adalah air, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir potensinya. Sebagai guru kita memiliki tugas untuk menjaga air itu tetap mengalir, tanpa sumbatan. Tugasnya adalah menuntun atau membantu murid (coachee) menyadari bahwa mereka mampu menyingkirkan sumbatan-sumbatan yang mungkin menghambat perkembangan potensi dalam dirinya.

TIRTA dapat dijelaskan sebagai berikut:

Tujuan Umum (Tahap awal dimana kedua pihak coach dan coachee menyepakati tujuan pembicaraan yang akan berlangsung. Idealnya tujuan ini datang dari coachee)

Dalam tujuan umum, beberapa hal yang dapat coach rancang (dalam pikiran coach) dan yang dapat ditanyakan kepada coachee adalah:

a. Apa rencana pertemuan ini?
b. Apa tujuannya?
c. Apa tujuan dari pertemuan ini?
d. Apa definisi tujuan akhir yang diketahui?
e. Apakah ukuran keberhasilan pertemuan ini?

Seorang coach menanyakan kepada coachee tentang sebenarnya tujuan yang ingin diraih coachee.

Identifikasi (Coach melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan, dan menghubungkan dengan fakta-fakta yang ada pada saat sesi)

Beberapa hal yang dapat ditanyakan dalam tahap identifikasi ini adalah:

a. Kesempatan apa yang kamu miliki sekarang?
b. Dari skala 1 hingga 10, dimana kamu sekarang dalam pencapaian tujuan kamu?
c. Apa kekuatan kamu dalam mencapai tujuan
d. Peluang/kemungkinan apa yang bisa kamu ambil?
e. Apa hambatan atau gangguan yang dapat menghalangi kamu dalam meraih tujuan?
f. Apa solusinya?

Rencana Aksi (Pengembangan ide atau alternatif solusi untuk rencana yang akan dibuat)

a.Apa rencana kamu dalam mencapai tujuan?
b.Adakah prioritas?
c.Apa strategi untuk itu?
d.Bagaimana jangka waktunya?
e.Apa ukuran keberhasilan rencana aksi kamu?
f. Bagaimana cara kamu mengantisipasi gangguan?

TAnggungjawab (Membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya)

a.Apa komitmen kamu terhadap rencana aksi?
b. Siapa dan apa yang dapat membantu kamu dalam menjaga komitmen?
c. Bagaimana dengan tindak lanjut dari sesi coaching ini?

Dengan menjalankan metode TIRTA ini, harapannya seorang guru dapat semakin mudah dapat menjalankan perannya sebagai coach.

            Berikut ini hasil coaching terhadap Fulanah :

Tujuan Fulanah dengan proses coaching ini adalah untuk sharing dan mendapatkan solusi atas permasalahan yang dihadapinya.

Identifikasi Masalah : Setelah lulus SMP, Fulanah ingin melanjutkan ke pondok yang lokasinya agak jauh dari rumah tetapi tidak diijinkan orangtuanya yang memintanya untuk mondok di dekat tempat tinggal mereka dengan alasan biaya. Sementara di sisi lain Fulanah melihat orangtuanya sedang membangunkan rumah untuk kakaknya yang sebenarnya sudah bukan tanggung jawab orangtuanya.

Rencana Aksi : Fulanah akan berbicara baik-baik dengan orangtuanya terkait pondok yang dekat rumah karena pernah punya masa lalu yang membuatnya trauma akibat dibully. Selanjutnya Fulanah juga akan mencari informasi pondok yang lain dengan kualitas yang bagus tapi biaya terjangkau. Rencana berikutnya yaitu akan berbicara dari hati ke hati kepada kakaknya agar mau membantu menjembatani permasalahannya.

Tanggung jawab : Fulanah akan berkomitmen terhadap tugasnya sebagai anak dan berusaha menurut pada orangtua jika memang itu yang terbaik. Dia juga berkomitmen untuk minta tolong teman dekatnya, Aminah sebagai pengingat untuk selalu berada dalam kebaikan karena Aminah adalah teman dekatnya yang baik dan disiplin.

Analogi Dalam Coaching

Analogi yang paling sederhana dalam hal ini adalah dunia olahraga. Kita ambil saja di dunia sepak bola. Barcelona, Manchester United atau Real Madrid, atau klub sepak bola besar yang berisikan pemain-pemain hebat sekalipun, tetap menjalani proses coaching.

Mereka melakukan coaching tidak hanya di saat sedang menjalani kompetisi dengan persaingan ketat, melainkan juga dalam keseharian mereka. Coaching menjadi bagian tak terpisahkan dalam aktivitas mereka. Pemain sekelas Lionel Messi atau Christiano Ronaldo sekalipun masih membutuhkan seorang coach dalam aktivitasnya.

Di sisi lain, di perusahaan masih banyak orang yang berpandangan yang perlu di-coaching adalah orang-orang yang ‘bermasalah’, entah karena produktivitasnya rendah, sikapnya buruk, atau hal lainnya. Padahal idealnya, coaching justru dijalankan untuk setiap karyawan, secara rutin dan berkesinambungan. Coaching bukan untuk orang-orang bermasalah saja tetapi justru untuk orang-orang yang ingin memperbaiki kinerjanya lebih baik lagi.

Coaching membantu murid dan individu untuk berpikir dalam tingkatan yang lebih dalam  dan lebih tinggi. Jika dikaitkan dengan proses pendidikan secara umum, budaya coaching dalam  institusi pendidikan akan membantu mengubah pola pikir guru, dari “menyuapi informasi” menjadi  “memberdayakan” murid untuk menjadi individu pembelajar mandiri.

 

Sumber: 

Effective Coaching Skills for Leaders

Modul 2.3 PPGP : Coaching

7 komentar:

  1. Saya sempat bingung antara coaching dan konseling, saat praktii awal malah lebih ke konseling. Tulisan yg bagus Bu... Jadi lebih paham tentang coaching 👍👍

    BalasHapus
  2. Keren Bu
    Praktik baik sekecil apapun akan bermanfaat bagi sesama

    BalasHapus
  3. Hidup cgp4 Pasuruan...lanjutkan bu Iza🤗

    BalasHapus