Kamis, 19 Januari 2023

MERDEKA BELAJAR ABAD 21

 


MERDEKA BELAJAR  ABAD 21

Izatul Laela, S.Si

Pendidik di SMPN 2 Wonorejo

 

Kompetensi abad 21 menjadi kompetensi yang perlu dimiliki siswa untuk menghadapi tantanga-tantangan ke depan. Untuk mencapai itu, pendidikan yang memerdekakan siswa menjadi salah satu cara, siswa merdeka dalam belajar , menggali keingintahuannya dengan bimbingan guru.

Sebagai pendidik terkadang kita merasa memiliki kewenangan penuh dalam menentukan tujuan belajar bagi siswa. Terkadang  menganggap bahwa kita mengetahui apa yang tepat dan terbaik bagi siswa berdasarkan pengalaman mengajar yang pernah dilakukan. Hal ini membuat kita sebagai guru kadang merasa memiliki peran menjadi satu-satunya sumber pengetahuan bagi siswa. Siswa cenderung mengikuti apa yang dikatakan dan diperintahkan oleh guru. Hal ini terjadi karena kondisi yang diciptakan dan dibangun oleh guru memang demikian dalam proses belajarnya. Apa yang disampaikan oleh guru merupakan kebenaran pengetahuan dan terbaik bagi siswa. Misalnya guru meminta siswa menghafal perkalian, tanggal peristiwa sejarah kemerdekaan, nama-nama pahlawan nasional, nama-nama menteri dalam kabinet pemerintahan dan sebagainya tanpa dibukakan ruang dialog tentang kegunaannya atau kebermanfaatannya bagi siswa.  Mungkin benar cara demikian dapat menambah wawasan siswa. Akan tetapi, apakah dengan menghafal, kebutuhan siswa untuk belajar telah terpenuhi? Apakah siswa memahami apa yang dihafalkan? Dan bagaimana siswa menghubungkannya dengan kehidupannya?

Pesan Ki Hajar Dewantara kepada kita kaum pendidik agar menuntun siswa sesuai dengan kodratnya, yaitu kodrat alam dan kodrat zaman. Hal ini pernah disampaikan oleh Sayyidina Ali r.a empat belas abad yang lalu yang mengatakan “Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya”.

Saat ini guru bukanlah satu-satunya sumber pengetahuan. Tetapi guru berperan sebagai fasilitator pembelajaran. Sumber-sumber pengetahuan kini terbuka sangat luas, baik akses maupun bentuknya seperti adanya mesin pencari atau perambah informasi melalui internet yang menyediakan beragam informasi yang dibutuhkan. Hal ini pun berdampak pada cara guru menuntun dan membimbing pun sangat berbeda.

Sebagai fasilitator, guru menempatkan siswa sebagai subyek atau individu yang aktif dalam pembelajaran untuk mencari dan menemukan atau membangun pemahamannya sendiri. Bukan sebaliknya, siswa dianggap sebagai obyek pembelajaran atau individu pasif yang hanya tergantung pada apa yang dikatakan atau diberikan oleh guru. Inilah yang disebut sebagai pembelajaran berpusat pada siswa.

Peran guru adalah memfasilitasi dengan baik dan benar agar siswa dapat membangun pemahamannya dengan maksimal. Sebagai contoh, siswa ingin mengetahui tumbuhan apa saja yang hidup dekat di sekitarnya , maka guru tidak langsung memberikan jawabannya.  Akan tetapi guru menggunakan pendekatan saintifik yang terdiri dari 5 M yaitu : mengamati, menanya, mencoba, menalar dan mengkomunikasikan.  Dengan pendekatan ini diharapkan siswa dapat membangun pemahaman tentang tumbuhan apa saja yang dekat di sekitarnya.

Semakin berkembangnya zaman, semakin besar pula tantangan yang dihadapi oleh guru. Persaingan yang semakin kompetitif pada abad 21, saling terhubungnya negara-negara di dunia, membuat kita sebagai pendidik tidak boleh lengah dan merasa cukup dengan apa yang telah kita upayakan sejauh ini. Cara yang dapat kita lakukan   tidak terlena dan tenggelam dengan perubahan zaman adalah :

1. Menjadi pebelajar sepanjang hayat, terus meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan kita sebagai fasilitator pembelajaran bagi siswa sesuai zamannya

2.  Membangun konteks diri serta identitas suatu bangsa, sehingga kita dapat membantu siswa untuk memiliki rasa percaya diri dalam berinteraksi dan berkolaborasi bersama warga dunia untuk memecahkan masalah-masalah global.

Hal ini sulit terjadi jika kita sebagai pendidik tidak menyadari bahwa pendidikan tidak hanya mengembangkan kemampuan berpikir saja tapi juga mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki siswa. Selaras dengan apa yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara bahwa tugas pendidik adalah mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki siswa yaitu kecerdasan rasa, karsa, cipta dan karya agar siswa menjadi manusia seutuhnya.

Maka kesadaran akan perubahan zaman, kesadaran akan kebutuhan belajar tidak hanya diharpakan tumbuh dalam diri siswa tetapi juga muncul dalam diri kita sebagai pendidik, sebagai fasilitator pembelajaran. Mungkin saja siswa terhubung dengan beragam informasi dan pengetahuan yang berlimpah tetapi tidak ada tuntunan dari guru. “Apakah akses informasi yang diperoleh oleh siswa sesuai dengan fase perkembangan dan kebutuhan belajarnya?

Pada abad ke-21 ini banyak referensi yang menyebutkan bahwa kemampuan memecahkan masalah, kemampuan kognitif yang kompleks, kemampuan sosial emosional menjadi sangat penting bukan hanya bagi siswa tapi juga untuk guru sebagai pendidik, sebagai fasilitator pembelajaran. Guru diharapkan menjadi contoh bagaimana ia terus mengembangkan kemampuan-kemampuan tersebut pada dirinya kemudian meneruskannya dalam membantu siswa untuk menguasainya.

Salah satu kompetensi dasar yang menunjang penguasaan kemampuan tersebut adalah kompetensi literasi yang meliputi bahasa, matematika, sains, digital, finansial sehingga guru juga sebaiknya menjadikan kompetensi ini sebagai prasyarat wajib yang dikuasai siswa pada abad ke-21. Kompetensi lain yang juga penting dalam abad ke-21 adalah kompetensi siswa agar menjadi mandiri yaitu kompetensi untuk mengenali diri, mengidentifikasi apa yang diketahui dan tidak diketahui, strategi untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Kompetensi ini erat kaitannya dengan pola pikir pembelajar atau “growth mindset” yaitu siswa memiliki keyakinan untuk dapat terus berkembang dan berprestasi melalui usaha yang maksimal. Maka pola pikir seperti inilah yang perlu dimiliki oleh guru sebagai fasilitator yang mendorong pola pikir siswa.

Salah satu contoh metode pembelajaran abad 21 yang berpusat pada siswa adalah pembelajaran berbasis proyek. Guru dapat mengajak siswa mengamati permasalahan dan potensi yang ada di sekitarnya kemudian guru bersama siswa merancang proyek yang akan dilakukan lalu siswa mencari data dan informasi dengan bimbingan dari guru sampai nanti dapat menyimpulkan dan menyampaikan hasilnya melalui media yang menurutnya sesuai. Selain itu pembelajaran proyek juga sebagai media bagi guru untuk meningkatkan kompetensi yang dimilikinya untuk menuntun siswa dalam merdeka belajar abad 21.

Contoh lain misalnya guru membimbing siswa untuk berpikir kritis (critical thinking), kreatif (creativity), kolaborasi (collaboration) dan komunikasi (communication) dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan terbuka dalam proses belajar siswa. Contoh pertanyaan terbuka : Bagaimana kondisi lingkungan sekitar kita saat ini? ; Apa yang menarik dari masalah/potensi ini sehingga ingin kalian bahas?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut mendorong siswa untuk berpikir kritis dan logis dalam melihat dan mengamati sesuatu yang terkoneksi dengan dirinya.

Seni bertanya atau kemampuan bertanya ini juga sangat penting bagi guru sebagai fasilitator selain kemampuan mendengarkan agar siswa berani mengeksplorasi sumber-sumber wawasan pengetahuan, berdiskusi dan berdialog sampai pada akhirnya membantunya memiliki keterampilan abad 21 tersebut.

 

Bagaimana dengan pembelajaran kita saat ini?

Mari kita refleksikan bersama :

Apakah kita sudah berperan sebagai guru yang menuntun siswa sesuai zamannya?

Kompetensi apa yang sudah kita miliki untuk membantu siswa merdeka belajar abad 21?

 

Referensi : Platform Merdeka Mengajar

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar