PERAN KELUARGA DALAM MENUMBUHKEMBANGKAN KEPEMIMPINAN ANAK
Izatul Laela, S.Si
Pendidik di SMPN 2 Wonorejo
Keluarga sebagai lembaga pendidikan yang pertama dan utama mempunyai peranan penting dalam mengembangkan potensi yang dimiliki oleh anak. Pendidikan keluarga mempunyai arti penting sebagai wadah antara individu dan kelompok yang menjadi tempat pertama dan utama untuk anak bersosialisasi yang bersifat informal dan kodrat. Pendidikan keluarga memiliki fungsi memberikan pengalaman pertama pada masa kanak-kanak, menjamin kehidupan emosional anak, menanamkan dasar pendidikan moral, dan memberikan dasar pendidikan sosial dan agama. Apabila dalam keluarga anak sudah memiliki dasar pendidikan yang kuat, maka kita dengan mudahnya dapat membentuk karakter anak tersebut menjadi anak yang berkarakter dan memiliki daya saing. Keluarga adalah tempat anak pertama kali mendapatkan pendidikannya, oleh karena itu pendidikan keluarga sangatlah penting bagi anak untuk membentuk karakter dalam menghadapi perkembangan zaman.
Menurut Green dan Haines (2002) dalam Asset building and community development, ada 7 aset utama atau di dalam buku ini disebut sebagai modal utama, yaitu:manusia, sosial, fisik, lingkungan/alam, finansial, politik serta agama dan budaya. Komunitas keluarga merupakan aset sosial yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas program/kegiatan pembelajaran di sekolah, termasuk dalam menumbuhkembangkan kepemimpinan anak, yaitu dengan bersama-sama ikut mempromosikan dan mendorong ‘suara, pilihan, kepemilikan’ dalam berbagai peran yang mereka mainkan dan interaksi mereka dengan anak.
Suara anak (voice)
Ketika kita berbicara tentang “suara” anak, maka kita sebenarnya bukan hanya berbicara tentang memberi anak kesempatan untuk mengomunikasikan ide dan pendapat. Lebih luas dari ini, mempertimbangkan suara anak adalah tentang bagaimana kita memberdayakan anak kita agar memiliki kekuatan untuk memengaruhi perubahan. Suara anak yang otentik memberikan kesempatan bagi anak untuk berkolaborasi dan membuat keputusan dengan orang dewasa seputar apa dan bagaimana mereka belajar dan bagaimana pembelajaran mereka dinilai.
Pilihan anak (Choice)
Penelitian yang dilakukan oleh Aiken, Heinze, Meuter, & Chapman, (2016) dan Thibodeaux et al. (2017) menyimpulkan bahwa jika kita menginginkan anak-anak kita mengambil peran tanggung jawab untuk pembelajaran mereka, maka kita harus memberikan anak kesempatan untuk memilih apa dan bagaimana mereka akan belajar. Memberikan pilihan pada anak dapat memberdayakan anak, mendorong keterlibatan dalam pembelajaran, dan mengenalkan pada minat pribadi dalam pengalaman belajar (Aiken et al, 2016). Selain itu, memberikan anak pilihan juga meningkatkan motivasi dan otonomi anak, yang dapat memberikan dampak positif pada efikasi diri dan motivasi anak (Bandura, 1997).
Kepemilikan anak (ownership)
Voltz DL, Damiano-Lantz M. dalam artikel penelitiannya yang berjudul Developing Ownership in Learning. Teaching Exceptional Children (1993;25(4):18-22) menjelaskan bahwa kepemilikan dalam belajar (ownership in learning) sebenarnya mengacu pada rasa keterhubungan, keterlibatan aktif, dan minat pribadi seseorang dalam proses belajar. Jadi dengan kata lain, saat anak terhubung (baik secara fisik, kognitif, sosial emosional) dengan apa yang sedang dipelajari, terlibat aktif dan menunjukkan minat dalam proses belajarnya, maka kita dapat mengatakan bahwa tingkat rasa kepemilikan mereka terhadap proses belajar tinggi.
Beberapa pertanyaan berikut mungkin dapat membantu kita sebagai pendidik ketika berpikir akan mendorong keterlibatan mereka.
1. Sejauh mana orang tua telah memahami visi dan misi sekolah kita terkait dengan upaya kita menumbuhkan kepemimpinan anak? Apakah mereka memahami apa yang kita maksud dengan voice, choice, dan ownership? Apa yang perlu kita lakukan untuk meningkatkan pemahaman mereka?
2. Apakah keterlibatan orangtua dalam program/kegiatan pembelajaran di kelas atau sekolah kita selama ini telah mendorong dan menguatkan voice, choice, dan ownership anak, atau justru sebaliknya melemahkannya? (misalnya apakah orang tua justru mengambil peran yang seharusnya dapat dilakukan oleh anak dengan dalih ‘ingin membantu’?)
3. Kesempatan-kesempatan apa sajakah yang telah kita berikan kepada orang tua untuk terlibat dalam program/kegiatan pembelajaran (baik intrakurikuler, ko-kurikuler, atau ekstra kurikuler) yang kita lakukan di kelas atau sekolah? Sejauh mana kesempatan tersebut ditujukan untuk mendorong voice, choice, dan ownership anak dan membantu terwujudnya kepemimpinan anak?
4. Apa yang sudah kita lakukan untuk membuat orangtua memahami apa yang sedang dilakukan oleh anak-anak mereka dalam program/kegiatan pembelajaran yang dilakukan di kelas atau sekolah? ( sehingga mereka dapat terlibat dalam percakapan atau komunikasi yang otentik dan relevan dengan anak-anak mereka terkait dengan apa yang sedang dipelajari oleh mereka di sekolah)
Beberapa contoh strategi yang dapat kita lakukan untuk melibatkan keluarga dalam program/kegiatan pembelajaran anak untuk menumbuhkan kepemimpinan anak, antara lain:
1. Memastikan orang tua memahami visi dan misi sekolah dalam mewujudkan kepemimpinan anak (misalnya dengan mensosialisasikan apa yang dimaksud dengan voice, choice, dan ownership kepada orangtua)
2. Secara aktif melibatkan orang tua untuk membantu menyediakan dukungan dan akses ke sumber-sumber belajar yang lebih luas untuk membantu mewujudkan suara atau pilihan anak (misalnya meminta bantuan orang tua untuk mengkoneksikan anak yang ingin mengakses masyarakat, lingkungan sekitar, atau dunia usaha atau akses-akses lain yang mungkin sulit untuk dijangkau anak atau sekolah, dsb).
3. Mengadakan workshop atau sesi-sesi informasi yang dapat membantu orang tua memahami pendekatan pembelajaran yang kita lakukan di sekolah (misalnya melalui pelatihan orangtua tentang cara bertanya kepada anak, tentang bagaimana berkomunikasi secara positif, tentang pentingnya ‘suara’, ‘pilihan’, dan ‘kepemilikan’, dan sebagainya, sehingga bisa terapkan di rumah).
4. Mengadakan berbagai aktivitas yang memberikan kesempatan bagi anak untuk menunjukkan dan mendemonstrasikan hasil belajar atau pemahaman mereka kepada orang tua dengan tujuan untuk menumbuhkan rasa pencapaian, kepercayaan diri, kemandirian, dan berbagai sikap positif lainnya (misalnya dengan mengundang orang tua untuk menghadiri perayaan, eksibisi atau pameran hasil karya, assembly, pentas seni).
5. Mendorong orang tua untuk mengajak anak-anak mereka ke tempat-tempat yang dapat menumbuhkan rasa empati, mengekspos anak dalam kegiatan pelayanan kepada masyarakat, dsb.
6. Mendorong, mempromosikan dan mengapresiasi upaya orangtua dalam membangun kemandirian, resiliensi, dan tanggung jawab anak (misalnya dengan guru memberikan komentar positif di buku penghubung anak, dsb).
7. Melibatkan orang tua pada kegiatan-kegiatan non akademis/bukan pembelajaran di kelas/sekolah agar rasa kepemilikan lebih terbangun.
Dengan melibatkan orang tua anak dalam kegiatan yang diadakan sekolah, misalnya bazar atau pameran dalam rangka HUT sekolah merupakan salah satu contoh sarana untuk menumbuhkembangkan suara, pilihan dan kepemimpinan anak.
Referensi :
Modul 3 Pendidikan Guru Penggerak Angkatan ke-4
Menarik sekali, keterlibatan orang tua sangat diperlukan di dalam mendukung kegiat anak di sekolah
BalasHapusBetul bu, beberapa hari yang lalu, sekolah mengundang wali murid untuk menyaksikan putra-putrinya menerima hadiah dari prestasi mereka mengikuti festival literasi sekolah.
HapusWao keren inilah pendidikan berkarakter, keterlibatan orang tua sangat di butuhkan dalam dunia pendidikan dan kontribusi yang dikembangkan itu sangat luar biasa hasilnya
BalasHapusTerima kasih cikgu
Hapus