Jumat, 13 Januari 2023

SEKOLAH SEBAGAI EKOSISTEM



 SEKOLAH SEBAGAI EKOSISTEM

Izatul Laela, S.Si

Pendidik di SMPN 2 Wonorejo

 

Menurut Wikipedia bahasa Indonesia Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Atau dengan kata lain ekosistem merupakan tata interaksi antara makhluk hidup dan unsur yang tidak hidup dalam sebuah lingkungan. Ekosistem mencirikan satu pola hubungan yang saling menunjang pada sebuah teritorial atau lingkungan tertentu.

Jika diibaratkan sebagai sebuah ekosistem, sekolah adalah sebuah bentuk interaksi antara faktor biotik (unsur yang terdiri dari makhluk hidup) dan abiotik (unsur yang terdiri dari benda tidak hidup). Kedua unsur ini saling berinteraksi satu sama lainnya sehingga mampu menciptakan hubungan yang selaras dan harmonis. Dalam ekosistem sekolah, faktor-faktor biotik akan saling memengaruhi dan membutuhkan keterlibatan aktif satu sama lainnya. Faktor-faktor biotik yang ada dalam ekosistem sekolah di antaranya adalah:

· Murid, yaitu anak yang sedang berguru atau belajar di sekolah;

· Kepala Sekolah, yaitu guru yang diberi tugas tambahan untuk memimpin suatu sekolah yang menyelenggarakan proses belajar mengajar;

· Guru, yaitu orang yang berprofesi sebagai pengajar di  lembag/sekolah pada jenjang sekolah dasar dan menengah;

· Staf/Tenaga Kependidikan, yaitu anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan;

· Pengawas Sekolah, yaitu guru PNS yang diangkat dalam jabatan pengawas dalam satuan pendidikan;

· Orang Tu

· Masyarakat sekitar sekolah

Selain faktor-faktor biotik yang sudah disebutkan, faktor-faktor abiotik yang juga berperan aktif dalam menunjang keberhasilan proses pembelajaran di antaranya adalah:

· Keuangan, yaitu semua sumber pendanaan yang dimiliki oleh sekolah yang dikelola untuk keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan;

· Sarana dan prasarana, yaitu alat yang digunakan baik secara langsung maupun tidak langsung yang pengelolaannya ditujukan untuk tercapainya tujuan pendidikan.

 

Bagaimana agar terjadi interaksi yang harmonis antara faktor biotik dan abiotik dalam ekosistem sekolah?

 

Pembahasan tentang ekosistem sekolah tentu tak lepas dari pendekatan atau cara pandang. Selama ini kita lebih sering berfokus pada kelemahan atau kekurangan yang dimiliki oleh sekolah. Pendekatan semacam ini disebut sebagai pendekatan berbasis  kekurangan/masalah (Deficit-Based Thinking). Pendekatan ini   akan memusatkan perhatian kita pada apa yang mengganggu, apa yang kurang, dan apa yang tidak bekerja.  Segala sesuatunya akan dilihat dengan cara pandang negatif.  Kita harus bisa mengatasi semua kekurangan atau yang menghalangi tercapainya kesuksesan yang ingin diraih.  Semakin lama, secara tidak sadar kita menjadi seseorang yang terbiasa untuk merasa tidak nyaman dan curiga yang ternyata dapat menjadikan kita buta terhadap potensi dan peluang yang ada di sekitar.

Sebenarnya cara pandang atau pendekatan akan lebih memberikan makna atau nuansa yang baik bila menggunakan pendekatan berbasis aset. Pendekatan  berbasis aset (Asset-Based Thinking) adalah sebuah konsep yang dikembangkan oleh Dr. Kathryn Cramer, seorang ahli psikologi yang menekuni kekuatan berpikir positif untuk pengembangan diri.  Pendekatan ini merupakan cara praktis menemukan dan mengenali hal-hal yang positif dalam kehidupan, dengan menggunakan kekuatan sebagai tumpuan berpikir, kita diajak untuk memusatkan perhatian pada apa yang bekerja, yang menjadi inspirasi, yang menjadi kekuatan ataupun potensi yang positif. Aset Based Community Development (ABCD) atau Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) dikembangkan oleh McKnight dan Jody Kretzmann dari ABCD Institute di Nortwestern University. PKBA muncul sebagai kritik terhadap pendekatan konvensional yang menekankan pada masalah dan kekurangan sebuah komunitas. PKBA menggunakan pendekatan berbasis asset dalam mengembangkan komunitasnya. Pendekatan ini digerakkan oleh seluruh pihak yang ada dalam sebuah komunitas. Jadi akan terlihat beberapa karakter saat sebuah sekolah menggunakan pendekatan ini. Contohnya:

1. Titik awal perubahan selalu pada perubahan pola pikir (mindset) dan sikap yang positif,

2. Menciptakan perubahan yang positif mulai dari sebuah perbincangan sederhana merupakan cara bagaimana manusia selalu berpikir bersama dan mencetuskan atau memulai suatu tindakan.

3. Darpada menanyakan “ada masalah apa? Atau bagaimana memperbaikinya? Lebih baik bertanya “apa yang telah berhasil dilakukan? Atau “bagaimana mengupayakan lebih banyak hasil lagi?. Cara bertanya ini mendorong energi dan kreatifitas.

4. Seluruh warga berupaya melakukan perubahan maka perubahan tersebut pasti akan terjadi.

5. Setiap warga sekolah akan bertanggungjawab atas apa yang sudah dimulai.

6. Membangun dan membina hubungan dua arah antar warga sekolah, mulai dari guru, kepala sekolah, murid dan staf sekolah menjadi sangat penting untuk membangun sekolah yang sehat dan inklusif.

7. Sekolah harus dibangun dengan melihat kekuatan, potensi dan tantangan. Kita harus fokus pada pembangunan sumber daya yang tersedia, kapasitas yang kita miliki, serta kekuatan dan aspirasi yang sudah ada.

8. Kekuatan sekolah berbanding lurus dengan keberagaman keinginan unsur sekolah yang ada. Masing-masing unsur akan menyumbangkan kemampuan dan aset yang dimiliki untuk sekolah yang lebih baik.

9. Suasana yang menyenangkan harus merupakan salah satu prioritas tinggi dalam salah setiap upaya membangun sekolah

10. Faktor utama dalam perubahan yang berkelanjutan  adalah kepemimpinan lokal dan pengembangan serta pembaharuan kepemimoinan itu secara terus menerus.

 

Aset Dalam Komunitas

Ada 7 aset utama dalam sebuah komunitas yaitu:

1. Modal Manusia

Sumber daya manusia yang berkualitas adalah investasi dari yang paling berharga dari sebuah komunitas. Kita dapat menginventaris sumber daya manusia yang dimiliki dilihat dari pengetahuan, kecerdasan dan keterampilan yang dimiliki oleh setiap warga komunitasnya.

2. Modal Sosial

Investasi yang berdampak pada bagaimana manusia, kelompok, dan organisasi dalam komunitas berdampingan, contohnya kepemimpinan, bekerjasama, saling percaya, dan punya rasa memiliki masa depan yang sama.

3. Modal Fisik

Terdiri atas dua kelompok utama, yaitu:

Bangunan yang bisa digunakan untuk kelas atau lokasi melakukan proses pembelajaran, laboratorium, pertemuan, ataupun pelatihan.

Infrastruktur atau sarana prasarana, mulai dari saluran pembuangan, sistem air, mesin, jalan, jalur komunikasi, sarana pendukung pembelajaran, alat transportasi, dan lain-lain.

 4. Modal Lingkungan/alam

Bisa berupa potensi yang belum diolah dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dalam upaya pelestarian alam dan juga kenyamanan hidup.  Modal lingkungan terdiri dari bumi, udara yang bersih, laut, taman, danau, sungai, tumbuhan, hewan, dan sebagainya.

Tanah untuk berkebun, danau atau empang untuk berternak, semua hasil dari pohon seperti kayu, buah, bambu, atau material bangunan yang bisa digunakan kembali untuk menenun, dan sebagainya.

 5. Modal Finansial

Dukungan keuangan yang dimiliki oleh sebuah komunitas yang dapat digunakan untuk membiayai proses pembangunan dan kegiatan sebuah komunitas.

Modal finansial termasuk tabungan, hutan, investasi, pengurangan dan pendapatan pajak, hibah, gaji, serta sumber pendapatan internal dan eksternal.

Modal finansial juga termasuk pengetahuan tentang bagaimana menanam dan menjual sayur di pasar, bagaimana menghasilkan uang dan membuat produk-produk yang bisa dijual, bagaimana menjalankan usaha kecil, bagaimana memperbaiki cara penjualan menjadi lebih baik, dan juga bagaimana melakukan pembukuan.

 6. Modal Politik

Modal politik adalah ukuran keterlibatan sosial. Semua lapisan atau kelompok memiliki peluang atau kesempatan yang sama dalam kepemimpinan, serta memiliki suara dalam masalah umum yang terjadi dalam komunitas.

Lembaga pemerintah atau perwakilannya yang memiliki hubungan dengan komunitas, seperti komunitas sekolah, komite pelayan kesehatan, pelayanan listrik atau air.

 7. Modal Agama dan budaya

Upaya pemberian bantuan empati dan perhatian, kasih sayang, dan unsur dari kebijakan praktis (dorongan utama pada kegiatan pelayanan). Termasuk juga kepercayaan, nilai, sejarah, makanan, warisan budaya, seni, dan lain-lain.

Kebudayaan yang unik di setiap daerah masing-masing merupakan serangkaian ide, gagasan, norma, perlakuan, serta benda yang merupakan hasil karya manusia yang hidup berkembang dalam sebuah ruang geografis.

Agama merupakan suatu sistem berperilaku yang mendasar, dan berfungsi untuk mengintegrasikan perilaku individu di dalam sebuah komunitas, baik perilaku lahiriah maupun simbolik.  Agama menuntut terbentuknya moral sosial yang bukan hanya kepercayaan, tetapi juga perilaku atau amalan.

Identifikasi dan pemetaan modal budaya agama merupakan langkah yang sangat penting untuk melihat keberadaan kegiatan dan ritual kebudayaan dan keagamaan dalam suatu komunitas, termasuk kelembagaan dan tokoh-tokoh penting yang berperan langsung atau tidak langsung di dalamnya.

Sangat penting kita mengetahui sejauh mana keberadaan ritual keagamaan dan kebudayaan yang ada di masyarakat serta pola relasi yang tercipta di antaranya dan selanjutnya bisa dimanfaatkan sebagai peluang untuk menunjang pengembangan perencanaan dan kegiatan bersama.

Keseimbangan sebuah ekosistem dalam hal ini sekolah akan tetap terjaga bila faktor biotik yang ada mampu saling bekerjasama, berkolaborasi, memiliki cara pandang positif atau berbasis aset. Sedangkan faktor abiotik akan menjadi pelengkap kebutuhan demi tercapainya penyelenggaraan pendidikan bila dikelola dengan baik, transparan dan akuntabel.

 

Referensi : Modul 3 Pendidikan Guru Penggerak Angkatan ke 4

 

 

6 komentar:

  1. Sekolah sebagai ekosistem. Supaya bisa bergerak normal dan baik. Maka perlu mengondisikan sistem sesuai dengan tupoksinya.

    BalasHapus
  2. Hendaknya ekosistem sekolah dikondisikan sebaik mungkin, sehingga terjadi keseimbangan antar komunitas yang ada di dalamnya

    semangat berkarya buat ustadzah

    BalasHapus
  3. Wah ini sangat menginspirasi bagi pengelola lingkungan di sekolah khususnya bagi tim Adiwiyata sekolah. Ekosistem sekolah harus seimbang.
    Semangat Bu guru penggerak memang betul2 menjadi penggerak komunitas di sekitarnya

    BalasHapus