Rabu, 20 April 2022

Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran

 



Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran

Izatul Laela, S.Si

CGP Angkatan Ke-4

SMPN 2 Wonorejo

Kab. Pasuruan

 

Panduan Pertanyaan untuk membuat Rangkuman Kesimpulan Pembelajaran (Koneksi Antarmateri):

  • Bagaimana pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Pratap Triloka memiliki pengaruh terhadap bagaimana sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran diambil?

Filosofi Pratap Triloka khususnya Ing Ngarso Sung Tuladha yang artinya di depan memberikan contoh atau teladan memberikan pengaruh yang besar dalam mengambil keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Ki Hajar Dewantara berpandangan bahwa sebagai seorang guru, itu harus memberikan teladan atau contoh praktik baik kepada murid. Dalam setiap pengambilan keputusan, seorang guru harus memberikan karsa atau usaha keras sebagai wujud filosofi Pratap Triloka Ing Madya Mangun Karsa (di tengah membangun motivasi, melakukan usaha) dan pada akhirnya guru membantu murid untuk memaksimalkan potensi mereka agar dapat menyelesaikan atau mengambil keputusan terhadap permasalahan yang dihadapi secara mandiri. Guru hanya sebagai pamong yang mengarahkan murid menuju kebahagiaan. Hal ini sesuai dengan filosofi Pratap Triloka Tut Wuri Handayani (di belakang memberikan dukungan).

  • Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Sebagai guru hendaknya memiliki nilai-nilai positif yang sudah tertanam dalam diri. Nilai-nilai positif yang mampu mempengaruhi dirinya untuk menciptakan pembelajaran yang berpihak pada murid. Nilai-nilai yang akan membimbing dan mendorong seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran untuk mengambil keputusan yang tepat dan benar. Nilai-nilai positif tersebut seperti mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, serta berpihak pada murid. Nilai-nilai tersebut merupakan prinsip yang dipegang teguh ketika kita berada dalam posisi yang menuntut kita untuk mengambil keputusan dari dua pilihan yang secara logika dan rasa keduanya benar, berada situasi dilema etika (benar vs benar) atau berada dalam dua pilihan antara benar melawan salah (bujukan moral) yang menuntut kita berpikir secara seksama untuk mengambil keputusan yang benar.

·         Keputusan tepat dan benar yang diambil  merupakan buah dari nilai-nilai positif yang dipegang teguh dan dijalankan oleh guru. Nilai-nilai positif akan mengarahkan kita mengambil keputusan dengan meminimalisir resiko yang akan terjadi. Keputusan yang mampu memunculkan kepentingan dan keberpihakan pada peserta didik.

Nilai-nilai positif mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif serta berpihak pada murid adalah manifestasi dari implementasi kompetensi sosial emosional, kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran sosial dan keterampilan berinteraksi sosial dalam mengambil keputusan secara berkesadaran penuh untuk meminimalisir kesalahan dan konsekuensi yang akan terjadi..

  • Bagaimana kegiatan terbimbing yang kita lakukan pada materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan 'coaching' (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil. Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut. Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi 'coaching' yang telah dibahas pada modul 2 sebelumnya.

Menurut ICF (International Coach Federation), coaching adalah bentuk partnership yang terbangun antara coach dan coachee, untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional coachee melalui proses kreatif guna menstimulasi dan mengeksplorasi pikiran agar dapat memaksimalkan potensi personal serta profesional.. Dengan langkah coaching TIRTA, kita dapat mengidentifikasi masalah apa yang sebenarnya terjadi dan membuat pemecahan masalah secara sistematis. Konsep coaching TIRTA sangat ideal apabila dikombinasikan dengan sembilan langkah konsep pengambilan dan pengujian keputusan sebagai evaluasi terhadap keputusan yang kita ambil.

Bimbingan yang telah dilakukan oleh pengajar praktik dan fasilitator telah membantu saya berlatih mengevaluasi keputusan yang telah saya ambil. Apakah keputusan tersebut sudah berpihak kepada murid, sudah sejalan dengan nilai-nilai kebajikan universal dan apakah keputusan yang saya ambil tersebut akan dapat saya pertanggung jawabkan.

TIRTA merupakan model coaching yang dikembangkan dengan semangat merdeka belajar. Model TIRTA menuntut guru untuk memiliki keterampilan coaching. Hal ini penting mengingat tujuan coaching, yaitu untuk melejitkan potensi murid agar menjadi lebih merdeka. TIRTA adalah satu model coaching yang diperkenalkan dalam Program Pendidikan Guru Penggerak saat ini.

Tujuan Umum (Tahap awal dimana kedua pihak coach dan coachee menyepakati tujuan pembicaraan yang akan berlangsung. Idealnya tujuan ini datang dari coachee)

Identifikasi (Coach melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan, dan menghubungkan dengan fakta-fakta yang ada pada saat sesi)

Rencana Aksi (Pengembangan ide atau alternatif solusi untuk rencana yang akan dibuat)

TAnggungjawab (Membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya)

TIRTA dikembangkan dari Model GROW. GROW adalah akronim dari Goal, Reality, Options dan Will.

Goal (Tujuan): coach perlu mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai coachee dari sesi coaching ini,

Reality (Hal-hal yang nyata): proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee,

Options (Pilihan): coach membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi.

Will (Keinginan untuk maju): komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya.

  •  Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan?

Sebagai seorang pendidik, kita harus mampu memetakan dan mengakomodir perbedaan minat dan gaya belajar murid di kelas sehingga dalam proses pembelajaran murid mendapatkan pembelajaran yang menyenangkan dan sesuai profil belajar mereka masing-masing. Oleh karenanya diperlukan pengambilan keputusan yang tepat agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Kompetensi sosial dan emosional diperlukan agar guru dapat fokus memberikan pembelajaran, mengelola kelas dengan baik dan dapat mengambil keputusan dengan tepat dan bijak. Bila hal ini sudah dilakukan maka profil Pelajar Pancasila bukan lagi impian dan merdeka belajar di kelas maupun di sekolah dapat terwujud

·         Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik.

Nilai-nilai yang dianut oleh pendidik tentu berpihak dan mengutamakan kepentingan murid sehingga mampu membuat solusi tepat dan benar dari setiap permasalahan yang terjadi. Pendidik yang mampu melihat permasalahan dan menganalisis serta mencari solusi dari berbagai sudut pandang. Selain itu pendidik juga diharapkan mampu membedakan apakah permasalahan yang dihadapi termasuk dilema etika ataukah bujukan moral.

Seorang pendidik ketika dihadapkan dengan kasus-kasus yang fokus terhadap masalah moral dan etika, baik secara sadar atau pun tidak akan terpengaruh oleh nilai-nilai yang dianutnya. Nilai-nilai yang dianutnya akan mempengaruhi dirinya dalam mengambil sebuah keputusan. Jika nilai-nilai yang dianutnya nilai-nilai positif maka keputusan yang diambil akan tepat, benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Begitu pula sebaliknya jika nilai-nilai yang dianutnya tidak sesuai dengan kaidah moral, agama dan norma maka keputusan yang diambilnya lebih cenderung hanya benar secara pribadi dan tidak sesuai harapan banyak pihak. Nilai-nilai yang dianut oleh Guru Penggerak adalah reflektif, mandiri, inovatif, kolaboratif dan berpihak pada murid. Nilai-nilai tersebut akan mendorong guru untuk menentukan keputusan masalah moral atau etika yang tepat sasaran, benar dan meminimalisir kemungkinan kesalahan pengambilan keputusan yang dapat merugikan semua pihak khususnya murid.

·         Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Pengambilan keputusan yang tepat tekait kasus-kasus pada masalah moral atau etika hendaknya ditelaah menggunakan 4 paradigma (individu lawan masyarakat; rasa keadilan lawan rasa kasihan; kebenaran lawan kesetiaan; jangka pendek lawan jangka panjang) , 3 prinsip (prinsip berpikir berbasis hail akhir; prinsip berbasis peraturan; prinsip berbasis rasa peduli) dan 9 langkah-langkah dalam pengambilan keputusan (Mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling bertentangan dalam situasi ini, Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini , Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini , Pengujian benar salah, pengujian paradigm benar lawan benar, melakukan prinsip rsolusi, investigasi opsi trilemma, buat keputusan, lihat lagi keputusan dan refleksikan). Dapat dipastikan bahwa jika pengambilan keputusan dilakukan secara akurat melalui proses analisis kasus yang cermat dan sesuai dengan langkah- langkah tersebut, maka keputusan tersebut diyakini akan mampu mengakomodasi semua kepentingan dari pihak-pihak yang terlibat , maka hal tersebut akan berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

·         Selanjutnya, apakah kesulitan-kesulitan di lingkungan Anda yang sulit dilaksanakan untuk menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Apakah ini kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Semua perubahan perlu waktu dan berproses. Kesulitan muncul karena masalah perubahan paradigma dan budaya sekolah yang sudah dilakukan selama bertahun-tahun. Diantaranya adalah:

1)      sistem yang kadang jika memaksa guru untuk memilih pilihan yang salah atau kurang tepat dan tidak berpihak kepada murid.

2)      Tidak semua warga sekolah berkomitmen tinggi untuk menjalankan keputusan bersama.

3)      Keputusan yang diambil terkadang tanpa sepenuhnya melibatkan guru sehingga muncul banyak kendala-kendala dalam proses pelaksanaan pengambilan keputusan.

 

·         Dan pada akhirnya, apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita?

Pengambilan keputusan yang kita ambil sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran yang memerdekakan murid. Hal ini sangat dipengaruhi oleh strategi, desain, model, metode pembelajaran serta media dan sistem penilaian yang dilakukan apakah sudah sesuai dengan kebutuhan murid, profil belajar, kesiapan belajar, dan gaya belajar murid. Jika hal ini dilakukan maka akan dapat memerdekakan murid dalam belajar dan pada akhirnya murid dapat berkembang sesuai dengan potensi dan kodratnya. Namun sebaliknya apabila keputusan tersebut tidak berpihak kepada murid, dalam hal strategi, desain, model, metode  pembelajaran serta media dan sistem penilaian yang dilakukan maka kemerdekaan belajar murid hanya sebuah omong kosong belaka dan tentunya murid tidak akan dapat berkembang sesuai potensi dan kondratnya.

·         Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Bila guru sebagai pemimpin pembelajaran melakukan pengambilan keputusan yang tepat, yaitu memerdekakan dan berpihak pada murid, maka profil Pelajar Pancasilayang dicanangkan oleh pemerintah dapat terwujud. Dapat juga dipastikan murid-muridnya akan belajar menjadi oang-orang yang merdeka, kreatif , inovatif dalam mengambil keputusan yang menentukan bagi masa depan mereka sendiri. Di masa depan mereka akan tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang matang, penuh pertimbangan dan cermat dalam mengambil keputusan-keputusan penting bagi kehidupan dan pekerjaannya.

Keputusan yang diambil oleh seorang guru akan menjadi ibarat pisau yang disatu sisi apabila digunakan dengan baik akan membawa kesuksesan dalam kehidupan murid di masa yang akan dating. Demikian sebaliknya apabila kebutuhan tersebut tidak diambil dengan bijaksana maka bisa jadi berdampak sangat buruk bagi masa depan murid-murid. Keputusan yang berpihak kepada murid haruslah melalui pertimbangan yang sangat akurat dimana dilakukan terlebih dahulu pemetaan terhadap minat belajar, profil belajar dan kesiapan belajar murid untuk kemudian dilakukan pembelajaran berdiferensiasi yaitu melakukan diferensiasi konten, diferensiasi proses dan diferensiasi produk.

·         Apakah kesimpulan akhir yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Kesimplan yang didapat dari pembelajaran modul ini yang dikaitkan dengan modul-modul sebelumnya adalah :

Pengambilan keputusan adalah suatu kompetensi atau skill yang harus dimiiki oleh guru dan harus berlandaskan kepada filosofi Ki Hajar Dewantara yang dikaitkan sebagai pemimpin pembelajaran.

Pengambilan keputusan harus berdasarkan pada budaya positif dan menggunakan alur BAGJA yang akan mengantarkan pada lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman (well being).

Keputusan yang berpihak kepada murid haruslah melalui pertimbangan yang sangat akurat dimana dilakukan terlebih dahulu pemetaan terhadap minat belajar, profil belajar dan kesiapan belajar murid untuk kemudian dilakukan pembelajaran berdiferensiasi yaitu melakukan diferensiasi konten, diferensiasi proses dan diferensiasi produk.

Dalam pengambilan keputusan seorang guru harus memiliki kesadaran penuh (mindfullness) untuk menghantarkan muridnya menuju profil pelajar pancasila.

Dalam perjalanannya menuju profil pelajar pancasila, ada banyak dilema etika dan bujukan moral sehingga diperlukan telaah menggunakan 4 paradigma, 3 prinsip dan panduan sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan untuk memutuskan dan memecahkan suatu masalah agar keputusan tersebut berpihak kepada murid demi terwujudnya merdeka belajar.


Referensi : Modul PPGP tentang Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran

 

 

 

 

 

 

 


Demontrasi Kontekstual-Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran

 


Demontrasi Kontekstual

Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran

Izatul Laela, S.Si

CGP Angkatan Ke-4

SMPN 2 Wonorejo

Kab. Pasuruan

 

1.      1. Bagaimana Anda nanti akan mentransfer dan menerapkan pengetahuan yang Anda dapatkan di program guru penggerak ini di sekolah/lingkungan asal Anda?

Sebagai pemimpin pembelajaran, maka saya akan berusaha untuk mentransfer dan menerapkan pengetahuan yang saya dapatkan di program guru penggerak ini di sekolah/lingkungan asal saya  melalui beberapa langkah, yaitu saya akan :

a.    menyusun rencana program guru penggerak yang akan saya laksanakan di sekolah.

b.    mengkomunikasikan dengan kepala sekolah untuk menyampaikan program-program yang sudah saya susun tersebut.

c.    membagikan apa yang sudah saya dapatkan pada program guru penggerak ini di komunitas praktisi di sekolah saya, sebagai kegiatan pengimbasan kepada rekan-rekan guru.

d.    mengajak teman sejawat saya di sekolah untuk berkolaborasi dalam menerapkan prinsip-prinsip pengambilan keputusan yang efektif ini sesuai apa yang sudah saya pelajari di modul 3.1

Ketika saya berada dalam situasi dilema etika maupun bujukan moral yang saya alami maka dalam mengambil keputusan harus berdasarkan pada keempat paradigma dilema etika, ketiga prinsip dilema etika, dan sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan.

 

2. Apa langkah-langkah awal yang akan Anda lakukan untuk memulai mengambil keputusan berdasarkan pemimpin pembelajaran?

Langkah-langkah awal yang akan saya lakukan untuk memulai mengambil keputusan berdasarkan pemimpin pembelajaran adalah sebagai berikut.

a.    Saya terlebih dahulu akan menganalisis dan menentukan apakah masalah yang saya hadapi termasuk ke dalam dilema etika atau bujukan moral

b.    Saya menentukan paradigma apa yang ada pada permasalah tersebut. Paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika  bisa dikategorikan sebagai berikut yaitu  Individu lawan masyarakat (individual vs community), Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy), Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty), Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term).

c.    Saya akan menentukan prinsip yang akan digunakan dalam pengambilan keputusan,. Prinsip-prinsip yang dimaksud yaitu prinsip berfikir berbasis hasil (Ends-Based Thinking), prinsip berfikir berbasis rasa peduli (Care-Based Thinking) dan prinsip berfikir berbasis peraturan (Rule-Based Thinking)  

d.    Saya akan menguji keputusan yang saya ambil melalui 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

-       Menentukan nilai-nilai yang bertentangan pada permasalahan yang sedang di hadapi

-       Menentukan siapa saja yang terlibat dalam situasi tersebut

-       Menentukan fakta-fakta yang relevan dalam situasi tersebut

-       Pengujian  benar  lawan  salah dalam situasi tersebut.

-       Melakukan Uji Legal yaitu menentukan apakah ada aspek pelanggaran hokum

-       Melakukan Uji Regulasi yaitu menentukan apakah ada pelanggaran peraturan/kode etik profesi dalam kasus tersebut

-       Melakukan Uji Intuisi yaitu menentukan apakah ada yang salah dalam situasi tersebut berdasarkan perasaan dan intuisi

-       Melakukan uji publikasi yaitu menguji persaan bila keputusan yang diambil dipublikasikan di halaman depan Koran

-       Melakukan uji panutan/ idola yaitu menentukan keputusan apa yang akan diambil oleh panutan/idola  dalam situasi tersebut

-       Pengujian paradigma benar lawan benar

-       Melakukan prinsip resolusi

-       Investigasi opsi trilemma

-       Buat keputusan

-       Lihat lagi keputusan dan refleksikan

 

3. Mulai kapan Anda akan menerapkan langkah-langkah tersebut , hari ini, besok, minggu depan, hari apa? Catat rencana Anda, sehingga Anda tidak lupa.

Saya akan menerapkan langkah-langkah pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran ketika saya dihadapkan pada situasi dilema etika yang memerlukan pengambilan keputusan yang mampu mengimbangi antara dua pihak dan dua opsi yang ada dengan pilihan yang tepat dan efektif sehingga tidak merugikan salah satunya dan membuat orang-orang di lingkungan saya merasa nyaman dan tenang. Jika hari ini, besok, minggu depan pun hari-hari selanjutnya saya dihadapkan dengan masalah dilema etika maka  saya akan menerapkan langkah-langkah pengambilan keputusan berdasarkan empat paradigma dilema etika, tiga prinsip dilema etika, dan sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Harapan saya tentunya ketika saya dihadapkan pada situasi dilema etika, saya dapat melakukan pengambilan  keputusan dengan menerapkan langkah-langkah pengambilan keputusan berdasarkan empat paradigma dilema etika, tiga prinsip dilema etika, dan sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan.

 

Berikut ini adalah 9 Langkah Pengambilan Keputusan :

1.      Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan

2.      Menentukan siapa yang terlibat

3.      Mengumpulkan data fakta-fakta yang relevan

4.  Pengujian benar atau salah (Uji Legal, Uji Regulasiprofesionalitas, Uji Intuisi, Uji Halaman Depan Koran, Uji Panutan/Idola)

5.      Pengujian paradigma Benar Lawan Benar

6.      Melakukan prinsip resolusi

7.      Investigasi opsi trilema

8.      Buat Keputusan

9.      Lihat lagi keputusan dan refleksikan

 

Semoga bermanfaat.

 

 

 

 

 

 

Minggu, 10 April 2022

Kesepakatan Kelas : Langkah Menuju Budaya Positif

Kesepakatan Kelas : Langkah Menuju Budaya Positif

 

Izatul Laela, S.Si

CGP Angkatan Ke-4

Kab. Pasuruan



Tujuan pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah menuntun segala kodrat  yang ada pada anak-anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.

            Dalam hal ini, guru sebagai pamong hendaknya dapat menuntun murid dan memberikan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya serta agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar. Guru juga diharapkan memiliki nilai-nilai positif yang dibutuhkan  untuk  membentuk karakter  pelajar pancasila  dengan memberi contoh  (Ing Ngarso Sung Tulodho) dan melakukan pembiasaan baik yang konsisten di sekolah.  

Guru harus mampu menciptakan ekosistem pendidikan yang nyaman, humanis dan berkarakter agar tujuan pendidikan tercapai. Salah satu ruang lingkup kecil yang harus dijadikan wadah belajar yang menyenangkan adalah kelas. Karena itu, sangat penting bagi guru untuk dapat  mengembangkan budaya positif tersebut agar  dapat menumbuhkan motivasi intrinsik  dalam diri murid-muridnya untuk menjadi pribadi yang bertanggung jawab  dan  berbudi pekerti luhur yang nantinya bermanfaat bagi dirinya, orang lain di sekitarnya, maupun lingkungannya.

 

Budaya Positif

Budaya positif adalah nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan di sekolah yang berpihak pada murid agar murid dapat berkembang menjadi pribadi yang kritis, penuh hormat dan bertanggung jawab

Dalam penerapan budaya positif kita harus menumbuhkan lingkungan yang positif. Memahami kebutuhan-kebutuhan dasar yang dibutuhkan seorang murid pada saat mereka berperilaku tidak pantas dan tidak sesuai apa yang kita harapkan. Dengan tidak hanya melakukan hukuman yang mungkin saja memberikan efek dan dampak yang tidak baik pada perkembangan emosi murid.

Kesepakatan Kelas : Langkah Membangun Budaya Positif di Sekolah

 

Sekolah sebagai institusi pembentuk karakter dapat menerapkan budaya  positif seperti, membuat kesepakatan kelas, menentukan posisi kontrol guru yang sesuai dengan kebutuhan murid, dan penerapan disiplin positif di kelas.

 

1.      Membuat Kesepakatan Kelas

Upaya dalam membangun budaya positif di sekolah yang berpihak pada murid diawali dengan membentuk lingkungan kelas yang mendukung terciptanya budaya positif, yaitu dengan menyusun kesepakatan kelas.  Kesepakatan kelas tidak hanya berisi harapan guru terhadap murid, tapi juga harapan murid terhadap guru. Kesepakatan disusun dan dikembangkan bersama-sama antara guru dan murid.  Kesepakatan harus disusun dengan jelas sehingga murid dapat memahami perilaku apa yang diharapkan dari mereka.

 

Kesepakatan yang disusun hendaknya mudah dipahami dan dapat langsung dilakukan, dapat diperbaiki  dan dikembangkan secara berkala. Kesepakatan kelas dapat berbentuk poster yang ditandatangani bersama guru dan murid sebagai kesepakatan kontrak. Strategi lain adalah dengan mencetaknya di setiap buku laporan kegiatan murid untuk meningkatkan komunikasi antara orang tua dan pihak sekolah.

Selain itu Guru selalu mengingatkan siswa tidak menjadikan hukuman sebagai fokus kesepakatan.

 

Harapan seorang guru, semoga kesepakatan kelas yang dibuat menjadi kebutuhan bagi siswa, sehingga hukuman dan pengfhargaan tidak dibutuhkan lagi dalam pelaksanaannya, murid dapat memotivasi diri sendiri dalam melaksanakan disiplin positif dan budaya positif di kelas.

 

2.      Menentukan Posisi Kontrol Guru

Sebagai guru, penting sekali untuk memahami bagaimana harus memposisikan diri saat berhadapan dengan murid. Dalam komponen kelas, posisi guru dapat dikatakan sebagai penggerak utama.  Kontrol guru dalam proses belajar mengajar yang baik adalah sebagai guru manager.  Jika ada murid yang melakukan pelanggaran tata tertib, guru manager akan bertanya tentang alasan mengapa murid tersebut melanggar aturan dan membuat kesepakatan untuk langkah perbaikan. Guru juga akan bertanya tentang harapan murid dalam KBM. Bukan memberikan pertanyaan yang bersifat memojokkan atau menjadi penghukum. Dengan demikian murid akan merasa didengarkan dan tumbuh  disiplin dari dalam diri. Posisi kontrol guru yang demikian  akan menumbuhkan motivasi intinsik  dalam merubah perilaku untuk memperbaiki dirinya. Posisi kontrol seperti inilah yang sesuai dengan kebutuhan murid.

 

3.      Penerapan Disiplin Positif Di Kelas

Mengutip apa yang disampaikan Komisaris KPAI Retno Listyarti bahwa;“Disiplin memang harus ditegakkan, tapi ketika sanksi yang dijatuhkan bersifat merendahkan martabat anak didik, tentu itu pelanggaran HAM (hak Asasi Manusia)”. Dalam konteks inilah disiplin positif dalam pendidikan  menjadi penting untuk dipahami sebagai sebuah pendidikan tanpa kekerasan dan pendidikan yang lebih mengedepankan penghargaan diri anak. Dengan begitu anak-anak bisa tumbuh dan berkembang dengan lebih baik dan optimal. Disiplin positif sebagai suatu pendekatan atau sebuah cara berpikir yang mengarah kepada hal yang baik dengan respon yang konstruktif. Disiplin positif juga sebuah cara berpikir yang akan mengarahkan pada tanggapan yang bermanfaat, anti kekerasan dan penuh penghargaan terhadap anak-anak.

 

Disiplin positif bertujuan untuk bekerja sama dengan murid dan tidak menentang mereka. Penekanannya adalah membangun kekuatan murid daripada mengkritik kelemahan mereka dan menggunakan penguatan positif (positive reinforcement) untuk mempromosikan perilaku yang baik. Hal ini melibatkan memberikan murid pedoman yang jelas untuk perilaku apa yang dapat diterima dan kemudian mendukung mereka ketika mereka belajar untuk mematuhi pedoman ini. Pendekatan ini secara aktif mempromosikan partisipasi anak dan penyelesaian masalah dan di saat yang bersamaan juga mendorong orang dewasa, dalam hal ini yaitu pendidik, untuk menjadi panutan positif bagi anak-anak muda dalam perjalanan tumbuh kembang mereka.

Tujuan akhir dari disiplin agar murid memahami perilaku mereka sendiri, mengambil insiatif, menjadi bertanggung jawab atas pilihan mereka dan menghargai diri mereka sendiri dan orang lain. Dalam penerapannya, disiplin poisitif juga memberikan pemahaman kepada siswa mengenai konsekuensi logis jika  sebuah aturan dilanggar.  Kesalahan adalah kesempatan baik bagi anak untuk belajar.

Upaya untuk membangun budaya positif di sekolah, guru harus bekerja sama dengan kepala sekolah serta orang tua. Melibatkan dan bekerjasama dengan orangtua dalam penerapan disiplin positif. Kepala sekolah harus memastikan para guru dan staf mendapatkan dukungan dalam menerapkan disiplin positif di sekolah serta Mendukung dan mengawasi keterlibatan orangtua dalam menerapkan disiplin positif. Dan orang tua menciptakan suasana rumah yang aman dan nyaman sehingga dapat menerapkan disiplin positif yang konsisten dan berpartisipasi dalam pertemuan sekolah dan memiliki hubungan baik dengan guru/sekolah untuk mendukung pendekatan disiplin positif.


Referensi : Modul PPGP tentang Budaya Positif 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Selasa, 05 April 2022

RAMADHAN : BULAN PEMBENTUKAN KARAKTER

 


RAMADHAN : BULAN PEMBENTUKAN KARAKTER

Izatul Laela, S.Si

Pendidik di SMPN 2 Wonorejo

 

Sebuah penelitian di Harvard University Amerika Serikat, menyatakan bahwa ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill (Ali Ibrahim Akbar, 2000).

Masih menurut Ali Ibrahim Akbar (2009), praktik pendidikan di Indonesia cenderung lebih berorentasi pada pendidikan berbasis hard skill (keterampilan teknis) yang lebih bersifat mengembangkan intelligence quotient (IQ), namun kurang mengembangkan kemampuan soft skill yang tertuang dalam emotional intelligence (EQ), dan spiritual intelligence (SQ). Pembelajaran diberbagai sekolah bahkan perguruan tinggi lebih menekankan pada perolehan nilai hasil ulangan maupun nilai hasil ujian. Banyak guru yang memiliki persepsi bahwa peserta didik yang memiliki kompetensi yang baik adalah memiliki nilai hasil ulangan/ujian yang tinggi.

Negara kita memerlukan sumber daya manusia (SDM) yang handal secara kualitas maupun kuantitas. Maka pemerintah melalui UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3 menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Sejalan dengan tujuan Pendidikan nasional yaitu untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, maka sesungguhnya bulan Ramadhan adalah momentum terbaik untuk mendidik (mentarbiyah) manusia menjadi lebih baik. Allah sendiri yang menjanjikan bahwa orang-orang mukmin yang berpuasa akan menjadi orang yang bertaqwa (QS Al Baqarah : 183).

Saat ini pemerintah sedang gencar mensosialisasikan pendidikan karakter. Permasalahannya, pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Bulan Ramadhan sangat tepat sekali dijadikan momentum untuk proses internalisasi nilai-nilai karakter positif dalam diri siswa (peserta didik).

Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur,  jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan.  Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development). Bulan Ramadhan sarat muatan spiritual karena hanya orang-orang beriman saja yang menjawab seruan Allah SWT untuk melaksanakan ibadah puasa. Dengan berpuasa orang akan mampu mengendalikan dan mengontrol emosi serta nafsu terhadap kecenderungan duniawi. Betapa banyak orang yang mengelabui pandangan manusia dengan berpura-pura seperti orang berpuasa. Puasa melatih kejujuran karena hanya diri kita dan Allah saja yang Mengetahui.  Ikut merasakan lapar seperti apa yang dirasakan orang-orang miskin akan memunculkan rasa tanggung jawab untuk memikirkan nasib mereka.

Konfigurasi karakter berikutnya adalah Olah Pikir (intellectual development).  Orang yang cerdas adalah orang yang banyak melakukan dzikrul maut (mengingat kematian). Dengan banyak mengingat kematian maka orang akan banyak mempersiapkan bekal untuk menghadapi hidup setelah kematian. Allah SWT melipat gandakan pahala bagi orang yang melakukan amal ibadah di bulan Ramadhan (membaca Al Qur’an, berinfaq, shadaqah, dll). Hasil riset di Universitas Al Azhar, Kairo menyatakan bahwa membaca Al Qur’an dapat meningkatkan kinerja otak sampai 80%, karena ada 3 aktifitas otak yaitu melihat, membaca, dan mendengar. Apalagi kalau kemudian dilanjutkan dengan mentadabburi (mempelajari) isi Al Qur’an. Subhanallah, disinilah terjadi intellectual development yang sesungguhnya.  

Olah Raga dan Kinestetik  (Physical and kinestetic development) merupakan konfigurasi karakter ketiga. Pola hidup yang sehat sudah dicontohkan oleh teladan terbaik sepanjang jaman yaitu Rasulullah Muhammad SAW. Menjadi seorang muslim tentu akan terjaga kebersihan jasmani dan rohani. Paling tidak lima kali dalam sehari semalam seorang muslim membersihkan diri dari hadats besar maupun kecil ketika akan shalat fardhu (shalat wajib). Belum lagi bila melaksanakan ibadah shalat sunnah seperti shalat dluha, shalat tahajjud atau shalat sunnah lainnya. Salah satu hikmah puasa ditinjau dari kesehatan adalah membuat pelakunya sehat sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Berpuasalah maka kamu akan sehat” (HR Tirmidzi). Sudah banyak penelitian tentang manfaat puasa ini, salah satunya adalah yang dilakukan oleh Prof. Chang, Singapura tahun 2011 menyatakan bahwa detoxifikasi paling ampuh adalah dengan memberi kesempatan organ-organ pencernaan untuk istirahat (=puasa) tiap bulan selama 7 – 11 hari. Hal ini tentu sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW yang melaksanakan puasa senin-kamis ditambah puasa pertengahan bulan Hijriyah (tanggal 13, 14 dan 15 bulan Qamariyah).

Yang keempat adalah  Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development). Peduli dan kreatif adalah karakter yang diharapkan muncul dari olah rasa dan karsa ini. Puasa melatih kepedulian terhadap sesama. Orang yang berpuasa berarti sengaja melaparkan diri dengan dibatasi oleh dua waktu yaitu imsak (sebelum fajar) sampai adzan maghrib. Sementara fakir dan miskin menderita kelaparan dalam waktu yang tidak tahu kapan batasnya. Inilah yang kemudian menimbulkan kepedulian itu sehingga orang yang berpuasa akan gemar memberi makanan berbuka, gemar berinfaq, gemar bershadaqah. Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan amalan hamba-hambaNya di bulan yang penuh barakah ini. Seperti sabda Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa memberi makanan berbuka untuk orang yang berpuasa akan mendapatkan pahala sebagaimana orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahala orang yang diberi (HR Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah).

Bila kita melihat realita dalam dunia pendidikan, maka peserta didik mengikuti pendidikan di sekolah hanya sekitar 7 jam per hari, atau kurang dari 30%. Selebihnya (70%), peserta didik berada dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Jika dilihat dari aspek kuantitas waktu, pendidikan di sekolah berkontribusi hanya sebesar 30% terhadap hasil pendidikan peserta didik.

Selama ini, pendidikan informal terutama dalam lingkungan keluarga belum memberikan kontribusi berarti dalam mendukung pencapaian kompetensi dan pembentukan karakter peserta didik. Kesibukan dan aktivitas kerja orang tua yang relatif  tinggi, kurangnya pemahaman orang tua dalam mendidik anak di lingkungan keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh media elektronik ditengarai bisa berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan pencapaian hasil belajar peserta didik. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui pendidikan karakter terpadu, yaitu memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal lingkungan keluarga dengan pendidikan formal di sekolah. Dan sesungguhnya bulan Ramadhan adalah bulan untuk mentarbiyah (mendidik) karakter terpadu. Dalam hal ini, waktu belajar peserta didik di sekolah perlu dioptimalkan agar peningkatan mutu hasil belajar, terutama pembentukan karakter peserta didik sesuai tujuan pendidikan dapat dicapai. Dengan adanya Pondok Ramadhan atau Sanlat (Pesantren Kilat) yang diadakan di sekolah merupakan salah satu upaya untuk mewujudkannya.

Menurut Mochtar Buchori (2007), pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Harapan kita semua adalah bahwa Ramadhan bukan hanya menginspirasi pendidikan karakter sesaat. Tapi didikan atau gemblengan bulan Ramadhan akan menjiwai pendidikan karakter peserta didik kita, anak-anak kita di luar bulan Ramadhan. Caranya adalah dengan mengintegrasikan pendidikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.

 

Referensi :

Ibrahim, Ali, 2009. Pendidikan Karakter, Penerbit Remaja Rosda Karya


https://ejournal.unisnu.ac.id