Sabtu, 21 Januari 2023

CUKUPLAH ALLAH SEBAGAI PENOLONG

 


CUKUPLAH ALLAH SEBAGAI PENOLONG

Izatul Laela, S.Si

Pendidik di SMPN 2 Wonorejo

 

Dikisahkan ada seorang ibu yang tinggal di Mansoura, Mesir. Dia berasal dari kalangan keluarga yang sangat miskin. Suaminya pergi meninggalkannya dengan alasan yang tidak jelas. Tinggal berdua bersama putri satu-satunya di rumah yang sangat sederhana. Dapat dikatakan jauh dari kata layak.

Suatu malam, putrinya jatuh sakit. Badannya demam. Panas tubuh putrinya sangat tinggi. Tubuhnya sampai menggigil. Sang ibu bingung tak tahu apa yang harus dilakukannya. Mereka tak punya uang. Jangankan membeli obat. Bahkan untuk membeli makanan pun tak mampu. Mereka kelaparan malam itu. Ibunya sangat sedih melihat kondisi putri semata wayangnya itu.

Lantas, apa yang dilakukan sang ibu? Perempuan tangguh itu pun segera mengambil air wudhu kemudian melaksanakan sholat sunnah dua raka’at. Dia memohon, meminta pertolongan kepada Allah agar menjaga dan merawat putrinya. Sang ibu sangat yakin Tuhannya tak akan meninggalkannya. Sang ibu berdoa dengan khusyu’ sambil menyebut nama putrinya yang sedang terkulai tak berdaya di atas tempat tidurnya. Sang ibu pasrah. Berserah diri kepada Allah Ta’ala. Berjam-jam berlalu masih hanyut dalam do’a hingga tanpa disadari waktu semakin malam. Jam menunjukkan pukul 12.00 malam. Sang ibu terus berdzikir dan berdo’a hingga menjelang pukul 01.00 dini hari. Sampai tiba-tiba sang ibu mendengar bunyi pintu rumahnya diketuk.

 

“Siapa itu?” tanya sang ibu.

“Aku seorang dokter”, demikian jawaban dari luar rumahnya.

 

Dalam hati sang ibu berkata’”Mengapa ada dokter yang datang ke rumahku?

Tanpa pikir panjang, perempuan itu pun mengambil hijab dan memakainya kemudian membukakan pintu.

 

“Assalamu’alaikum”, dokter itu mengucapkan salam.

“Wa’alaikumussalam”, jawab perempuan itu masih bingung.

“Di mana pasiennya?” tanya sang dokter.

“Ada di dalam kamar”, ujar ibu itu.

 

Sambil menemani dokter itu masuk, perempuan itu berkata dalam hatinya,”Allahu Akbar. Siapa yang mengirim dokter itu ke sini?

Dokter segera masuk ke kamar dan memeriksa putrinya. Selang beberapa menit kemudian dokter pun memberikan catatan resep obat yang harus dibeli oleh perempuan itu.

 

“Bagaimana pembayarannya?” dokter itu pun bertanya pada perempuan itu.

Sambil melangkah keluar, perempuan itu bingung, kemudian menangis.

“Bayar?” perempuan itu bertanya pada sang dokter.

“Wahai dokter, aku tak punya apa-apa untuk membayar Anda”.

“Apa maksud Anda? Sunggu Anda sangat tidak sopan”, dokter itu pun marah mendengar jawaban ibu itu.

“Anda harusnya malu pada diri sendiri. Apa Anda sudah tidak punya rasa malu?” masih dengan nada marah, dokter itu sambil menunjuk perempuan tersebut.

 

“Anda menelpon saya tengah malam buta, meminta saya untuk memeriksa putri Anda, dan sekarang mengatakan tidak mampu membayar?”

“Sungguh itu perbuatan yang tidak sopan”, ujar dokter itu berapi-api. Dokter itu benar-benar kecewa.

 

“Ya dokter, demi Allah,  saya tidak menelpon Anda. Bahkan aku tidak mampu untuk membeli handphone. Bahkan untuk membeli makanan pun kami tak sanggup. Malam ini kami kelaparan. Ibu itu pun menangis.

 

Dokter merasa keheranan dan berkata. “Apa maksud Anda tidak menelpon saya?

“Bukankah ini rumah dengan nomor sekian dan alamat rumah itu benar di sini?”

Perempuan itu pun menjawab,”Bukan dokter. Itu adalah nomor rumah sebelah, milik tetangga kami.

 

“Allahu Akbar”, dokter itu memekik. Sang dokter mulai menitikkan air mata. Dia segera sadar dan mengerti bahwa Allah-lah yang telah mengirimnya untuk menolong perempuan itu dan putrinya dengan caraNYa.

Dokter kemudian berkata,”Ceritakan pada saya, siapa Anda sebenarnya? Perempuan itu pun menjelaskan bagaimana semua itu terjadi. Sang dokter yang mendengarkan kisahnya pun terharu dan menangis dibuatnya. Mendengar semua itu sang dokter kemudian membelikan mereka makanan malam itu. Dan juga membelikan obat untuk putrinya yang sakit. Bahkan sang dokter memberikan santunan untuk biaya hidup selama satu bulan ke depan.

Masya Allah. Pertolongan dan kuasa Allah bagi hambaNya yang sabar, ikhlas dan senantiasa meminta petunjuk dan pertolongan kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Mintalah kepada Allah. Sholatlah dua raka’at atau lebih ketika Anda mengalami kesulitan hidup dan berdoalah memohon pertolongan kepadaNYa. Percayalah. Allah pasti akan mengabulkan dan lihatlah keajaiban yang terjadi. Benar sekali apa yang telah difirmankan Allah dalam AlQur’an surat AlBaqarah ayat 45: Dan jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu. Wallahu a’lam.

 

Referensi : https://www.facebook.com/garcynia.yuda/videos/469552735208555/?app=fbl

Kamis, 19 Januari 2023

MERDEKA BELAJAR ABAD 21

 


MERDEKA BELAJAR  ABAD 21

Izatul Laela, S.Si

Pendidik di SMPN 2 Wonorejo

 

Kompetensi abad 21 menjadi kompetensi yang perlu dimiliki siswa untuk menghadapi tantanga-tantangan ke depan. Untuk mencapai itu, pendidikan yang memerdekakan siswa menjadi salah satu cara, siswa merdeka dalam belajar , menggali keingintahuannya dengan bimbingan guru.

Sebagai pendidik terkadang kita merasa memiliki kewenangan penuh dalam menentukan tujuan belajar bagi siswa. Terkadang  menganggap bahwa kita mengetahui apa yang tepat dan terbaik bagi siswa berdasarkan pengalaman mengajar yang pernah dilakukan. Hal ini membuat kita sebagai guru kadang merasa memiliki peran menjadi satu-satunya sumber pengetahuan bagi siswa. Siswa cenderung mengikuti apa yang dikatakan dan diperintahkan oleh guru. Hal ini terjadi karena kondisi yang diciptakan dan dibangun oleh guru memang demikian dalam proses belajarnya. Apa yang disampaikan oleh guru merupakan kebenaran pengetahuan dan terbaik bagi siswa. Misalnya guru meminta siswa menghafal perkalian, tanggal peristiwa sejarah kemerdekaan, nama-nama pahlawan nasional, nama-nama menteri dalam kabinet pemerintahan dan sebagainya tanpa dibukakan ruang dialog tentang kegunaannya atau kebermanfaatannya bagi siswa.  Mungkin benar cara demikian dapat menambah wawasan siswa. Akan tetapi, apakah dengan menghafal, kebutuhan siswa untuk belajar telah terpenuhi? Apakah siswa memahami apa yang dihafalkan? Dan bagaimana siswa menghubungkannya dengan kehidupannya?

Pesan Ki Hajar Dewantara kepada kita kaum pendidik agar menuntun siswa sesuai dengan kodratnya, yaitu kodrat alam dan kodrat zaman. Hal ini pernah disampaikan oleh Sayyidina Ali r.a empat belas abad yang lalu yang mengatakan “Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya”.

Saat ini guru bukanlah satu-satunya sumber pengetahuan. Tetapi guru berperan sebagai fasilitator pembelajaran. Sumber-sumber pengetahuan kini terbuka sangat luas, baik akses maupun bentuknya seperti adanya mesin pencari atau perambah informasi melalui internet yang menyediakan beragam informasi yang dibutuhkan. Hal ini pun berdampak pada cara guru menuntun dan membimbing pun sangat berbeda.

Sebagai fasilitator, guru menempatkan siswa sebagai subyek atau individu yang aktif dalam pembelajaran untuk mencari dan menemukan atau membangun pemahamannya sendiri. Bukan sebaliknya, siswa dianggap sebagai obyek pembelajaran atau individu pasif yang hanya tergantung pada apa yang dikatakan atau diberikan oleh guru. Inilah yang disebut sebagai pembelajaran berpusat pada siswa.

Peran guru adalah memfasilitasi dengan baik dan benar agar siswa dapat membangun pemahamannya dengan maksimal. Sebagai contoh, siswa ingin mengetahui tumbuhan apa saja yang hidup dekat di sekitarnya , maka guru tidak langsung memberikan jawabannya.  Akan tetapi guru menggunakan pendekatan saintifik yang terdiri dari 5 M yaitu : mengamati, menanya, mencoba, menalar dan mengkomunikasikan.  Dengan pendekatan ini diharapkan siswa dapat membangun pemahaman tentang tumbuhan apa saja yang dekat di sekitarnya.

Semakin berkembangnya zaman, semakin besar pula tantangan yang dihadapi oleh guru. Persaingan yang semakin kompetitif pada abad 21, saling terhubungnya negara-negara di dunia, membuat kita sebagai pendidik tidak boleh lengah dan merasa cukup dengan apa yang telah kita upayakan sejauh ini. Cara yang dapat kita lakukan   tidak terlena dan tenggelam dengan perubahan zaman adalah :

1. Menjadi pebelajar sepanjang hayat, terus meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan kita sebagai fasilitator pembelajaran bagi siswa sesuai zamannya

2.  Membangun konteks diri serta identitas suatu bangsa, sehingga kita dapat membantu siswa untuk memiliki rasa percaya diri dalam berinteraksi dan berkolaborasi bersama warga dunia untuk memecahkan masalah-masalah global.

Hal ini sulit terjadi jika kita sebagai pendidik tidak menyadari bahwa pendidikan tidak hanya mengembangkan kemampuan berpikir saja tapi juga mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki siswa. Selaras dengan apa yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara bahwa tugas pendidik adalah mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki siswa yaitu kecerdasan rasa, karsa, cipta dan karya agar siswa menjadi manusia seutuhnya.

Maka kesadaran akan perubahan zaman, kesadaran akan kebutuhan belajar tidak hanya diharpakan tumbuh dalam diri siswa tetapi juga muncul dalam diri kita sebagai pendidik, sebagai fasilitator pembelajaran. Mungkin saja siswa terhubung dengan beragam informasi dan pengetahuan yang berlimpah tetapi tidak ada tuntunan dari guru. “Apakah akses informasi yang diperoleh oleh siswa sesuai dengan fase perkembangan dan kebutuhan belajarnya?

Pada abad ke-21 ini banyak referensi yang menyebutkan bahwa kemampuan memecahkan masalah, kemampuan kognitif yang kompleks, kemampuan sosial emosional menjadi sangat penting bukan hanya bagi siswa tapi juga untuk guru sebagai pendidik, sebagai fasilitator pembelajaran. Guru diharapkan menjadi contoh bagaimana ia terus mengembangkan kemampuan-kemampuan tersebut pada dirinya kemudian meneruskannya dalam membantu siswa untuk menguasainya.

Salah satu kompetensi dasar yang menunjang penguasaan kemampuan tersebut adalah kompetensi literasi yang meliputi bahasa, matematika, sains, digital, finansial sehingga guru juga sebaiknya menjadikan kompetensi ini sebagai prasyarat wajib yang dikuasai siswa pada abad ke-21. Kompetensi lain yang juga penting dalam abad ke-21 adalah kompetensi siswa agar menjadi mandiri yaitu kompetensi untuk mengenali diri, mengidentifikasi apa yang diketahui dan tidak diketahui, strategi untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Kompetensi ini erat kaitannya dengan pola pikir pembelajar atau “growth mindset” yaitu siswa memiliki keyakinan untuk dapat terus berkembang dan berprestasi melalui usaha yang maksimal. Maka pola pikir seperti inilah yang perlu dimiliki oleh guru sebagai fasilitator yang mendorong pola pikir siswa.

Salah satu contoh metode pembelajaran abad 21 yang berpusat pada siswa adalah pembelajaran berbasis proyek. Guru dapat mengajak siswa mengamati permasalahan dan potensi yang ada di sekitarnya kemudian guru bersama siswa merancang proyek yang akan dilakukan lalu siswa mencari data dan informasi dengan bimbingan dari guru sampai nanti dapat menyimpulkan dan menyampaikan hasilnya melalui media yang menurutnya sesuai. Selain itu pembelajaran proyek juga sebagai media bagi guru untuk meningkatkan kompetensi yang dimilikinya untuk menuntun siswa dalam merdeka belajar abad 21.

Contoh lain misalnya guru membimbing siswa untuk berpikir kritis (critical thinking), kreatif (creativity), kolaborasi (collaboration) dan komunikasi (communication) dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan terbuka dalam proses belajar siswa. Contoh pertanyaan terbuka : Bagaimana kondisi lingkungan sekitar kita saat ini? ; Apa yang menarik dari masalah/potensi ini sehingga ingin kalian bahas?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut mendorong siswa untuk berpikir kritis dan logis dalam melihat dan mengamati sesuatu yang terkoneksi dengan dirinya.

Seni bertanya atau kemampuan bertanya ini juga sangat penting bagi guru sebagai fasilitator selain kemampuan mendengarkan agar siswa berani mengeksplorasi sumber-sumber wawasan pengetahuan, berdiskusi dan berdialog sampai pada akhirnya membantunya memiliki keterampilan abad 21 tersebut.

 

Bagaimana dengan pembelajaran kita saat ini?

Mari kita refleksikan bersama :

Apakah kita sudah berperan sebagai guru yang menuntun siswa sesuai zamannya?

Kompetensi apa yang sudah kita miliki untuk membantu siswa merdeka belajar abad 21?

 

Referensi : Platform Merdeka Mengajar

 

 

Rabu, 18 Januari 2023

PEMIMPIN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA PEMBELAJARAN

 


PEMIMPIN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA PEMBELAJARAN

Izatul Laela, S.Si

Pendidik di SMPN 2 Wonorejo

 

Apabila kita menganggap sebuah sekolah adalah sebuah ekosistem dengan faktor biotik dan abiotik yang ada di dalamnya, maka  faktor-faktor  yang termasuk dalam kelompok biotik meliputi kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan/tendik (Tenaga administrasi/Tata Usaha, pembantu pelaksana/petugas kebersihan, satpam, penjaga malam, laboran dan teknisi, kepala perpustakaan, kepala laboratorium),petugas kantin dan koperasi sekolah murid, orang tua, komite sekolah. Sedangkan kelompok abiotik meliputi unsur tak hidup seperti gedung, sarana dan prasarana sekolah, laboratorium, perpustakaan, ruang komputer dan segala fasilitasnya, ruang guru, ruang kelas, musholah, kamar mandi peserta didik dan guru, kantin, koperasi, dan lain sebagainya serta keuangan.

Kepala sekolah adalah pemimpin dan manajer yang sangat menentukan dinamika sekolah menuju gerbang kesuksesan dan kemajuan di segala bidang kehidupan. Kapasitas intelektual, emosional, spiritual dan social kepala sekolah berpengaruh besar terhadap efektifitas kepemimpinannya. Kedalaman ilmu, keluasan pikiran, kewibawaan dan relasi komunikasinya membawa perubahan signifikan dalam manajemen sekolah. Oleh karena itu, kepala sekolah harus terus menerus mematangkan intelektual, emosional, spiritual dan sosialnya.  Seorang kepala sekolah harus mampu memimpin dan menaungi seluruh anak buahnya serta dapat mengembangkan sumber daya dan potensi yang dimiliki sekolah dengan maksimal. Kepala sekolah harus bisa menjadi manager yang aktif dan efektif dalam mengelola keberlangsungan sekolah.

Menurut Dr. E. Mulyasa, kepala sekolah harus mampu meningkatkan produktivitas sekolah. Produktivits dapat dilihat dari output pendidikan yang berupa suasana pendidikan. Prestasi dapat dilihat dari masukan yang merata, jumlah tamatan yang banya, mutu tamatan yang tinggi, relevansi yang tinggi, dan dari sisi ekonomi yang berupa penyelenggaraan penghasilan. Sedangkan proses atau suasana tampak dalam kegairahan belajar, semangat kerja yang tinggi, serta kepercayaan dari berbagai pihak. Dengan ditingkatkannya mutu pendidikan, diharapkan lulusan akan lebih mampu menjadi tenaga kependidikan yang dapat mengemban tugasnya dengan baik.

Ada 7 fungsi utama kepala sekolah, yaitu:

1. Kepala sekolah sebagai educator (pendidik)

Kegiatan belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan dan guru merupakan pelaksana dan pengembang utama kurikulum di sekolah. Kepala sekolah yang menunjukkan komitmen tinggi dan fokus terhadap pengembangan kurikulum dan kegiatan belajar mengajar di sekolahnya tentu saja akan sangat memperhatikan tingkat kompetensi yang dimiliki gurunya, sekaligus juga akan senantiasa berusaha memfasilitasi dan mendorong agar para guru dapat secara terus menerus meningkatkan kompetensinya, sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berjalan efektif dan efisien.

2. Kepala Sekolah Sebagai Manajer 

Dalam mengelola tenaga kependidikan, salah satu tugas yang harus dilakukan kepala sekolah adalah melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan pengembangan profesi para guru. Dalam hal ini, kepala sekolah seyogyanya dapat memfasiltasi dan memberikan kesempatan yang luas kepada para guru untuk dapat melaksanakan kegiatan pengembangan profesi melalui berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan, baik yang dilaksanakan di sekolah, seperti: MGMP/KKG tingkat sekolah, atau melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan di luar sekolah, seperti kesempatan melanjutkan pendidikan atau mengikuti berbagai kegiatan pelatihan yang diselenggarakan pihak lain.

3. Kepala Sekolah Sebagai Administrator

Khususnya berkenaan dengan pengelolaan keuangan, bahwa untuk tercapainya peningkatan kompetensi guru tidak lepas dari faktor biaya. Seberapa besar sekolah dapat mengalokasikan anggaran peningkatan kompetensi guru tentunya akan berpengaruh terhadap tingkat kompetensi para gurunya. Oleh karena itu kepala sekolah seyogyanya dapat mengalokasikan anggaran yang memadai bagi upaya peningkatan kompetensi guru.

4. Kepala Sekolah Sebagai Supervisor

Untuk mengetahui sejauhmana guru mampu melaksanakan pembelajaran, secara berkala kepala sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi, yang dapat dilakukan melalui kegiatan kunjungan kelas untuk mengamati proses pembelajaran secara langsung, terutama dalam pemilihan dan penggunaan metode, media yang digunakan dan keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran. Dari hasil supervisi ini, dapat diketahui kelemahan sekaligus keunggulan guru dalam melaksanakan pembelajaran, tingkat penguasaan kompetensi guru yang bersangkutan, selanjutnya diupayakan solusi, pembinaan dan tindak lanjut tertentu sehingga guru dapat memperbaiki kekurangan yang ada sekaligus mempertahankan keunggulannya dalam melaksanakan pembelajaran. Sebagaimana disampaikan oleh Sudarwan Danim yang mengemukakan bahwa menghadapi kurikulum yang berisi perubahan-perubahan yang cukup besar dalam tujuan, isi, metode dan evaluasi pengajarannya, sudah sewajarnya kalau para guru mengharapkan saran dan bimbingan dari kepala sekolah mereka. Dari ungkapan ini, mengandung makna bahwa kepala sekolah harus betul-betul menguasai tentang kurikulum sekolah. Mustahil seorang kepala sekolah dapat memberikan saran dan bimbingan kepada guru, sementara dia sendiri tidak menguasainya dengan baik.

5. Kepala Sekolah Sebagai Leader (Pemimpin)

 Dalam teori kepemimpinan setidaknya kita mengenal dua gaya kepemimpinan yaitu kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan kepemimpinan dan yang berorientasi pada manusia. Dalam rangka meningkatkan kompetensi guru, seorang kepala sekolah dapat menerapkan kedua gaya kepemimpinan tersebut secara tepat dan fleksibel, disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan yang ada. Mulyasa menyebutkan kepemimpinan seseorang sangat berkaitan dengan kepribadian, dan kepribadian kepala sekolah sebagai pemimpin akan tercermin sifat-sifat sebagai barikut : (1) jujur; (2) percaya diri; (3) tanggung jawab; (4) berani mengambil resiko dan keputusan; (5) berjiwa besar; (6) emosi yang stabil, dan (7) teladan.

6. Kepala Sekolah Sebagai Inovator

Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai innovator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, mencari gagasan baru, mengintegrasikan setiap kegiatan, memberikan teladan kepada seluruh tenaga kependidikan sekolah, dan mengembangkan model-model pembelajaran yang inovatif. Kepala sekolah sebagai inovator akan tercermin dari cara cara ia melakukan pekerjaannya secara konstruktif, kreatif, delegatif, integratif, rasional, objektif, pragmatis, keteladanan.

7. Kepala Sekolah Sebagai Motivator

Sebagai motivator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada guru dan tenaga kependidikan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui pengaturan lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin, dorongan, penghargaan secara efektif, dan penyediaan berbagai sumber belajar melalui pengembangan Pusat Sumber Belajar (PSB).

Kepala sekolah harus dapat mengelola sumberdaya sekolah secara efektif dan efisien, penuh amanah serta mampu menumbuhkembangkan sekolah dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki secara bijaksana. Adapun sumber daya yang dimiliki oleh sekolah adalah sumber daya manusia, sumber daya finansial atau keuangan sekolah, sarana prasarana, infrastruktur sekolah, kurikulum, gedung dan peralatan sekolah.  

Dampak fasilitas yang dimiliki sekolah adalah untuk menunjang program pusat sumber belajar agar kegiatan berjalan efisien, meningkatkan perhatian dan interaksi sesuai kemampuan, minat peserta didik, membuat peserta didik rajin dan tekun sehingga dapat meningkatkan proses pembelajaran di sekolah, dapat tumbuh dan berkembang sesuai kodrat keadaannya.

 Ketersediaan sumber daya sekolah merupakan salah satu faktor penunjang dalam pencapaian tujuan sekolah. Sumber daya sekolah yang dimiliki akan mempermudah peserta didik untuk mendapatkan haknya dan sumber daya juga sangat besar pengaruhnya dalam mendukung kualitas pembelajaran di sekolah. Peserta didik akan lebih mudah menguasai suatu konsep dengan memanfaatkan sumber daya yang lengkap yang dimiliki sekolah.

Dengan memaksimalkan keterlibatan masyarakat yang tinggi termasuk integritas dan komitmen juga merupakan sumber daya yang menunjang kegiatan sekolah.  Bekerja sama dengan masyarakat untuk memberikan keleluasaan peserta didik mendapatkan pengetahuan dan pengalaman dari mereka serta memberikan ruang dan waktu kepada peserta didik untuk mendapatkan informasi secara utuh takkala melakukan kunjungan. Sekolah juga dapat menjadikan alam sekitar dan lingkungan sebagai sumber pengetahuan dan pengalaman yang dapat menjadikan peserta didik sebagai pusat dari proses pembelajaran.

 

Referensi :

 Modul 3 Program Pendidikan Guru Penggerak

Mulyasa, E, (2007), Menjadi Kepala Sekolah Professional, (Bandung: Rosda Karya)

Sudarwan, Denim, (1998) (Menjadi Kepala Sekolah yang Professional), Jakarta. Hal 67

Asmani, Jamal (2012), Tips Aplikasi Manajemen Sekolah, DIVA Press (anggota IKAPI).

 

Sabtu, 14 Januari 2023

KETIKA HARUS MEMILIH



 KETIKA HARUS MEMILIH

Izatul Laela, S.Si

Pendidik di SMPN 2 Wonorejo

 

Sekolah adalah 'institusi moral' yang dirancang untuk membentuk karakter para warganya. Seorang pemimpin di sekolah tersebut akan menghadapi situasi di mana mengambil suatu keputusan yang banyak mengandung dilema secara Etika, dan berkonflik antara nilai-nilai kebajikan universal yang sama-sama benar. Keputusan-keputusan yang diambil di sekolah akan merefleksikan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh sekolah tersebut, dan akan menjadi rujukan atau teladan bagi seluruh warga sekolah. 

Dalam pengambilan suatu keputusan, seringkali kita bersinggungan dengan prinsip-prinsip etika. Etika di sini tidak berkaitan dengan preferensi pribadi seseorang, namun merupakan sesuatu yang berlaku secara universal. Seseorang yang memiliki penalaran yang baik, sepantasnya menghargai konsep-konsep dan prinsip-prinsip etika yang pasti.  Prinsip-prinsip etika sendiri berdasarkan pada nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati dan disetujui bersama, lepas dari latar belakang sosial, bahasa, suku bangsa, maupun agama seseorang. Nilai-nilai kebajikan universal meliputi hal-hal seperti Keadilan, Tanggung Jawab, Kejujuran, Bersyukur, Lurus Hati, Berprinsip, Integritas, Kasih Sayang, Rajin, Komitmen, Percaya Diri, Kesabaran, dan masih banyak lagi. 

Berikut ini ada beberapa contoh nilai-nilai kebajikan universal yang telah disepakati beberapa institusi:

1. IBO Primary Years Program (PYP)

Sikap Murid:

Toleransi, Rasa Hormat, Integritas, Mandiri, Menghargai, Antusias, Empati, Keingintahuan, Kreativitas, Kerja sama, Percaya Diri, Komitmen.

2. Sembilan Pilar Karakter Indonesian Heritage Foundation (IHF):

Cinta Tuhan dan segenap ciptaanNYA, Kemandirian dan Tanggung jawab, Kejujuran (Amanah), Diplomati, Hormat dan Santun, Dermawan, Suka Menolong dan Gotong Royong, Percaya Diri, Kreatif dan Pekerja Keras, Kepemimpinan dan Keadilan, Baik dan Rendah Hati, Toleransi, Kedamaian dan Kesatuan.

3. Petunjuk Seumur Hidup dan Keterampilan Hidup (LIfelong Guidelines and Life Skills)

Keterampilan Hidup

Dapat dipercaya, Lurus Hati, Pendengar yang Aktif, Tidak Merendahkan Orang Lain, Memberikan yang Terbaik dari Diri

Petunjuk Hidup

Peduli, Penalaran, Bekerja sama, Keberanian, Keingintahuan, Usaha, Keluwesan/Fleksibilitas, Berorganisasi, Kesabaran, Keteguhan hati, Kehormatan, Memiliki Rasa humor, Berinisiatif, Integritas, Pemecahan Masalah, Sumber pengetahuan, Tanggung jawab, Persahabatan.

4. The Seven Essential Virtues (dari Building Moral Intelligence, Michele Borba):

Empati, Suara Hati, Kontrol Diri, Rasa Hormat, Kebaikan, Toleransi, Keadilan

Sebuah kutipan dalam buku Etika Pendidikan menyatakan bahwa etika terkait dengan karsa karena manusia memiliki kesadaran moral. Akal dan moral merupakan dua dimensi manusia yang saling berkaitan.

Dari kutipan tersebut kita dapat menarik kesimpulan bahwa karsa merupakan suatu unsur yang tidak terpisahkan dari perilaku manusia.  Karsa ini pun berhubungan dengan nilai-nilai atau prinsip-prinsip yang dianut oleh seseorang, disadari atau pun tidak. Nilai-nilai atau prinsip-prinsip inilah yang mendasari pemikiran seseorang dalam mengambil suatu keputusan yang mengandung unsur dilema etika. 

Mari kita simak pernyataan berikut ini: 

1. Melakukan, demi kebaikan orang banyak.

2. Menjunjung tinggi prinsip-prinsip/nilai-nilai dalam diri Anda.

3. Melakukan apa yang Anda harapkan orang lain akan lakukan kepada diri Anda. 

Selama ini pada saat mengambil keputusan, landasan pemikiran kita memiliki kecenderungan pada ketiga prinsip di atas.

Etika tentunya bersifat relatif dan bergantung pada kondisi dan situasi, dan tidak ada aturan baku yang berlaku. Tentunya ada prinsip-prinsip yang lain, namun ketiga prinsip di sini adalah yang paling sering dikenali dan digunakan. Dalam seminar-seminar, ketiga prinsip ini yang seringkali membantu  dalam menghadapi pilihan-pilihan yang penuh tantangan, yang harus dihadapi pada dunia saat ini. (Kidder, 2009, hal 144). Ketiga prinsip tersebut adalah:

1. Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)

2. Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)

3. Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)

Perlu diingat bahwa setiap keputusan yang kita ambil akan ada konsekuensi yang mengikutinya, dan oleh sebab itu setiap keputusan perlu berdasarkan pada rasa tanggung jawab, nilai-nilai kebajikan universal dan berpihak pada murid. 

Masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan, namun ketiga prinsip di sini adalah yang paling sering dikenali dan digunakan dalam pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran.

Dilema Etika (Benar Vs Benar)

Merupakan situasi yang terjadi ketika seseorang harus memilih antara dua pilihan dimana kedua pilihan secara moral benar tatapi bertentangan.

Berikut adalah contoh dilema etika:

Rayhan adalah seorang murid kelas 12 yang sangat berbakat dalam bidang seni. Dia juga sopan dan baik hati. Dia selalu membuat orang terkesan dengan karya-karya seni yang dibuatnya. Namun dia tidak menyukai pelajaran Matematika. Nilai-nilainya untuk pelajaran Matematika selalu dibawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Sebelum mengikuti Ujian Akhir SMA dan pengumuman kelulusan SMA, Rayhan sudah diterima di universitas pilihannya di jurusan Seni. Pada hari Ujian Sekolah pelajaran Matematika, Jika saya adalah guru pengawas ujiannya. Saya memergoki Rayhan menyontek pada saat ujian sekolah Matematika. Setelah ujian selesai, Saya memanggilnya ke ruangan. Rayhan mengaku kalau ia menyontek, tapi ia memohon kepada saya agar tidak melaporkannya pada kepala sekolah. Ia melakukannya hanya untuk lulus SMA agar bisa kuliah di universitas impiannya. Apa yang harus saya lakukan? Apakah saya akan tetap melaporkan kepada kepala sekolah atau menyimpan rahasia ini rapat-rapat?

Dan berikut adalah jawaban saya :

Situasi yang lebih menantang/sulit bagi saya untuk mengambil keputusan adalah situasi ketika saya menjadi pengawas Rayhan. Situasi ini merupakan dilema etika dimana kita dihadapkan pada 2 pilihan yang sama-sama benar. Dalam hal ini saya tidak akan melaporkan Rayhan pada kepala sekolah dengan alasan pengecualian. Bahwa tindakan saya adalah berdasarkan rasa kasihan atau kebaikan, sebab bila saya melaporkan Rayhan kepada kepala sekolah maka dia terancam tidak lulus.

Sebagai guru kita harus mengajarkan kejujuran sebagai moral baik yang harus dipegang. Jika saya menuruti kehendak Rayhan maka sama artinya saya mendidik murid saya menjadi pribadi yang tidak jujur. Namun jika saya melaporkan Rayhan maka saya terkesan guru yang tidak punya hati. Mungkin saat itu saya memberi pilihan kepada Rayhan bahwa Rayhan kali ini ibu maafkan tetapi dengan konsekuensi Rayhan saya berikan soal-soal ujian baru dengan KD sama dengan soal yang sedikit berbeda. Dan memberikan arahan bahwa menyontek adalah perbuatan yang tidak terpuji.

Melakukan hal yang salah untuk alasan yang baik, tetap saja merupakan sesuatu yang salah. Contohnya menyontek, tujuannya untuk mendapatkan nilai yang baik, tapi cara yang dilakukan salah.

 

Bujukan Moral (Benar Vs Salah)

Merupakan situasi yang terjadi ketika seseorang harus membuat keputusan antara benar atau salah.

Berikut adalah contoh bujukan moral:

Saya diberi amanah menjadi bendahara panitia acara Pentas Seni Akhir Tahun di sekolah. Setelah acara selesai, ketua panitia meminta saya menggunakan dana yang tidak terpakai untuk acara pembubaran panitia dengan mengadakan pesta kecil-kecilan. Ketua panitia meminta saya sebagai bendahara panitia, untuk membuat kwitansi palsu untuk membiayai acara tersebut karena dana tersebut tidak boleh digunakan untuk kegiatan semacam itu. Apa yang harus saya lakukan?

Berikut jawaban saya:

Kasus semacam ini kerapkali kita temukan dalam lingkungan sekitar. Sikap yang tidak baik tapi sudah menjadi kebiasaan komunitas di lingkungan sekitar. Dalam hal ini sebagai bendahara tentu saya menolaknya namun bagaimana kita berkomunikasi dengan baik kepada ketua dengan cara menolak secara santun atau sambil bercanda.

Atau pilihan lain yaitu kita harus menyampaikan laporan keuangan kepada kepala sekolah. Jika kepala sekolah mengijinkan untuk melakukan pembubaran panitia maka kita akan mengadakan yang penting kita terbuka, jujur dan transparansi. Karena uang yang di kelolah bukan milik kita sendiri maka kita harus bijaksana dalam mengelolanya.

Menjadi pemimpin dalam pembelajaran mengharuskan kita mempertimbangkan banyak hal. Dalam membuat keputusan tidak semata-mata berdasarkan aturan yang kaku yang terkadang bertentangan secara kemanusiaan. Oleh karena itu sebagai pemimpin pembelajaran harus memegang tiga prinsip Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking), Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking), dan Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking).

Dan yang paling utama adalah mengedepankan nilai-nilai universal yang sudah menjadi kesepakatan bersama.

 

Referensi : Modul 3 Pendidkan Guru Penggerak